REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Hakim Mahkamah Agung Venezuela menyatakan keputusan pemimpin Majelis Nasional Juan Guaido memproklamirkan diri sebagai presiden sementara batal demi hukum. Hal tersebut diumumkan, Jumat (8/2).
Dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip laman Anadolu, Hakim Agung Juan Mendoza mengatakan pemerintahan sementara Guaido bertentangan dengan konstitusi. Dia pun dianggap telah merebut kekuasaan presiden.
Mahkamah Agung telah melarang Guaido melakukan perjalanan ke luar negeri. Selain itu, seluruh aset dan kekayaannya pun telah dibekukan.
Seorang penasihat PBB untuk independen peradilan Diego Garcia-Sayan menilai apa yang dikenakan terhadap Guaido tidak menghormati standar hukum. "Bukti menunjukkan bahwa langkah-langkah terhadap Guaido belum diadopsi sesuai dengan persyaratan konstitusional, prosedur hukum normal, dan standar HAM internasional," ujarnya.
Guaido memproklamirkan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela pada 23 Januari lalu. Sebagai pemimpin oposisi dan Majelis Nasional, dia mengklaim memiliki hak konstitusi untuk melakukan hal tersebut.
Deklarasi dirinya sebagai presiden sementara dilakukan setelah Majelis Nasional menyatakan pemerintahan Presiden Nicolas Maduro tidak sah. Hal itu terjadi berbarengan dengan aksi demonstrasi ratusan ribu warga Venezuela yang menuntut Maduro mundur dari jabatannya.
Amerika Serikat (AS) menjadi negara pertama yang mengakui pemerintahan sementara Guaido. Israel dan Australia kemudian mengikuti langkah AS.
Sejumlah negara Eropa seperti Spanyol, Jerman, Inggris, Prancis, Portugal, Denmark, Austria, Georgia, Albania, dan Belanda, juga telah memberikan dukungan kepada Guaido. Dukungan itu muncul setelah Maduro mengabaikan ultimatum Uni Eropa untuk segera menyelenggarakan pemilu yang adil, kredibel, dan transparan. Rusia, Turki, Cina, Iran, Bolivia, dan Meksiko masih mendukung pemerintahan Maduro.