REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Simpatisan dan pendukung oposisi Venezuela akan menggelar demonstrasi pada Selasa (12/2). Mereka hendak mendesak Presiden Venezuela Nicolas Maduro agar membiarkan bantuan kemanusiaan disalurkan ke negara yang sedang mengalami kekurangan makanan dan obat-obatan tersebut.
"Kami akan kembali ke jalan-jalan untuk menuntut masuknya bantuan kemanusiaan yang akan menyelamatkan lebih dari 300 ribu warga Venezuela yang hari ini berisiko meninggal," ujar pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido melalui akun Twitter pribadinya pada Senin (11/2).
Ia menyerukan agar seluruh pendukungnya turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. "Ini adalah waktu untuk bersatu dan bertarung," kata Guaido.
Baca juga, Venezuela Berhasil Kirimkan Bantuan Kemanusiaan.
Pada hari yang sama, Guaido mengumumkan, pengiriman pertama bantuan kemanusiaan berupa vitamin dan suplemen gizi untuk anak-anak serta wanita hamil, telah berhasil dilakukan. Bantuan itu segera disebar ke pusat-pusat layanan kesehatan. Namun dia tak menjelaskan bagiamana bantuan tersebut bisa memasuki Venezuela.
Pemerintahan Maduro yang didukung militer diketahui telah menolak semua tawaran bantuan asing untuk Venezuela. "Kami bukan pengemis. Anda ingin mempermalukan Venezuela, dan saya tidak akan membiarkan rakyat kami dipermalukan," ujarnya pekan lalu.
Krisis politik di Venezuela telah berlangsung sejak bulan lalu, tepatnya ketika ratusan ribu warga di sana turun ke jalan dan menuntut Maduro mundur dari jabatannya. Saat itu, Majelis Nasional Venezuela, yang juga dipimpin Juan Guaido, menyatakan bahwa pemerintahan Maduro tidak sah.
Guaido kemudian memproklamirkan diri sebagai presiden sementara. Amerika Serikat (AS) segera mengakui kepemimpinannya. Israel dan Australia juga mengikuti langkah AS mendukung Guaido.
Saat ini negara-negara Eropa juga telah mengakui kepemimpinan Guaido. Mereka antara lain Prancis, Spanyol, Jerman, Inggris, Portugal, Swedia, Denmark, Austria, Albania, dan Belanda. Sementara Rusia, Turki, Cina, Iran, Bolivia, dan Meksiko masih mendukung pemerintahan Maduro.