REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Seorang warga Amerika Serikat (AS) yang membocorkan lebih dari 14 ribu nama pengidap positif HIV di Singapura kemungkinan memiliki lebih banyak berkas dari basis data HIV Singapura.
Kabar itu muncul setelah kemarahan publik bulan lalu ketika Singapura mengungkap pembocoran data yang dilakukan Mikhy Farrera Brochez. Brochez tahun lalu dideportasi setelah didakwa melakukan penipuan dan penyalahgunaan obat-obatan, serta berbohong mengenai status HIV-nya.
Brochez membocorkan informasi pribadi berupa nama, nomor KTP, nomor telepon, dan alamat 5.400 warga Singapura yang didagnosia dengan HIV hingga Januari 2013 di dunia maya. Brochez juga membocorkan data 8.800 warga asing yang didiagnosa dengan HIV hingga Desember 2011.
"Dia kemungkinan masih memiliki banyak berkas," kata Menteri Kesehatan Singapura Gan Kim Yong di Parlemen, Selasa (12/2).
Gan menambahkan kepolisian telah bekerja sama dengan rekan-rekan di AS dan beberapa lembaga sedang melakukan pemantauan internet untuk mencari tahu kebocoran data lebih lanjut. Gan tidak menjelaskan informasi apa yang kemungkinan terdapat dalam berkas-berkas itu atau atas dasar apa pemerintah menyakini Brochez masih memiliki berkas-berkas itu.
Kementrian Kesehatan sebelumnya mengatakan mulai mengetahui Brochez memiliki informasi rahasia yang diduga berasal dari Data HIV Singapura pada Mei 2016. Pembocoran itu, yang terjadi setahun setelah serangan siber besar terhadap database Kementerian Kesehatan Singapura. Hal ini dapat mencoreng citra negara yang dikenal sebagai pusat layanan data dan kesehatan tersebut.
Banyak negara menerapkan larangan masuk pelancong dan pekerja asing yang mengidap HIV sebagai tanggapan atas mewabahnya AIDS pada dekade 1980-an. Singapura menjadi salah satu dari sejumlah kecil negara maju yang mempertahankan beberapa larangan visa kerja dan kunjungan jangka panjang untuk penderita HIV.