Rabu 13 Feb 2019 09:28 WIB

Maduro Tuding AS Seperti Gerombolan Ekstremis

AS dinilai hendak mengambil alih Venezuela.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Teguh Firmansyah
Nicolas Maduro
Foto: EPA-EFE/Miguel Gutierrez
Nicolas Maduro

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Presiden Venezuela Nicolas Maduro menuding Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump, seperti gerombolan ekstremis dalam mengatasi krisis di Venezuela. Bahkan Maduro tak segan menyebut AS sedang melakukan penghasutan perang agar Pemerintah Venezuela di bawahnya dapat diambilalih.

"Mereka sedang menghasut perang untuk mengambil alih Venezuela," kata Maduro dalam wawancara khusus dengan BBC, dilansir dari Anadolu Agency, Rabu (13/2).

Maduro juga berharap kelompok ekstremis di Gedung Putih dapat dikalahkan oleh opini publik yang kuat di seluruh dunia. Menurutnya ini adalah perang politik dari kepentingan ekstrem kanan rezim AS yang saat ini sedang memerintah.

"Mereka membenci kita, mereka meremehkan kita, karena mereka hanya percaya pada kepentingan mereka sendiri, dan pada kepentingan Amerika Serikat," tambahnya.

Maduro juga menolak mengizinkan bantuan kemanusiaan asing ke negara itu. Ia menilai negaranya memiliki kapasitas untuk memenuhi semua kebutuhan rakyatnya dan tidak perlu sampai meminta dari siapa pun. Sebab menurut dia, AS hanya bermaksud menciptakan krisis kemanusiaan untuk membenarkan intervensi militer.

"Ini adalah bagian dari sandiwara. Itulah sebabnya, dengan segala hormat, kita katakan pada mereka bahwa kita tidak menginginkan remah-remah mereka, makanan beracun mereka, sisa-sisa mereka," tegas Maduro.

Baca juga, Erdogan Bela Maduro, Trump Dukung Oposisi Venezuela.

Maduro juga mempertanyakan alasan mengulang pemilu di Venezuela. Dia mengakui ada sekitar 10 pemerintahan negara yang mendukung Juan Guaido, pemimpin oposisi Venezuela. Dan mereka berusaha memaksakan diri. "Para ekstremis Gedung Putih mengambil tindakan sendiri untuk melakukan kudeta di Venezuela," paparnya.

Venezuela telah diguncang protes sejak 10 Januari lalu ketika Maduro dilantik untuk masa jabatan kedua setelah pemungutan suara yang kemudian berujung pada pemboikotan oposisi. Ketegangan meningkat pada 23 Januari ketika Juan Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden sementara.

Guaido menyerukan protes baru pada Sabtu (26/1) kemarin yang menuntut Maduro menyerahkan kekuasaan setelah sepekan protes massa sporadis. Putaran demonstrasi terakhir berlangsung pada Rabu kemarin. AS, Kanada, dan sebagian besar negara Amerika Latin telah mengakui Guaido, presiden Majelis Nasional, sebagai pemimpin sah Venezuela.

Rusia dan Cina sama-sama menentang seruan AS untuk mendukung Guaido, dan mengutuk campur tangan internasional dalam urusan Venezuela. Rusia, Turki, Cina, Iran, Bolivia, dan Meksiko memberikan dukungan pada Maduro.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement