REPUBLIKA.CO.ID, PORT MORESBY -- Hampir 300 mobil yang dipakai saat konferensi tingkat tinggi (KTT) Kerja sama Ekonomi Asia-Pasific (APEC) di Papua Nugini pada tahun lalu hilang secara misterius. Otoritas berwenang Papua Nugini (PNG) tengah mengupayakan pengembalian mobil-mobil tersebut.
Seperti diketahui, PNG mengeluarkan dana besar untuk pengadaan mobil para pemimpin yang hadir. Armada mewah secara diimpor untuk para pemimpin dunia agar dapat berkeliling.
Hilangnya mobil-mobil tersebut dikonfirmasi komandan polisi Inspektur Dennis Corcoran pada Selasa (12/2). Ia menyebut 284 kendaraan yang hilang. Mobil-mobil itu termasuk Landcruiser, Fords, Mazda, dan Pajero.
Pada pelaksanaan KTT APEC 17-18 November 2018 lalu, PNG juga membeli sedan sport Maserati Quattroporte. Mobil mewah asal Italia itu dibandrol hingga seharga Rp4,8 miliar.
Satu unit polisi khusus pun telah dibentuk untuk menemukan mobil-mobil di ibu kota Papua Nugini, Port Moresby. "Ada 284 kendaraan yang dikeluarkan untuk digunakan personel selama APEC yang belum dikembalikan," kata pengawas Dennis Corcoran, kepada kantor berita Reuters seperti dilansir BBC, Rabu (13/2).
Baca juga, Pertama dalam Sejarah KTT APEC Berakhir tanpa Kesepakatan.
Mobil-mobil yang paling mahal nilainya seperti Meseratis. Khusus mobil ini telah ditemukan. "Ke-40 Maseratis dan ketiga Bentley dalam kondisi prima dan terkunci di dermaga tua di dermaga utama," katanya menambahkan.
Pada Januari, para pejabat mengklaim, sebagian besar mobil telah dikembalikan dan hanya sekitar lima yang hilang. Polisi tidak menanggapi permintaan perincian tentang siapa yang dicurigai membawa mobil mewah itu.
Sebelumnya pembelian mobil itu mendapatkan kritikan. Perdana Menteri Peter O'Neill mengatakan, mobil-mobil mewah diperlukan untuk menjaga prestise acara tersebut.
Para pemimpin negara Pasifik Selatan yang berpenduduk 7,3 juta orang berharap konferensi global akan menarik investasi dan menarik perhatian internasional ke negara itu.
Australia, AS, dan Selandia Baru mengirim delegasi khusus untuk memastikan bahwa para peserta akan aman. Pada saat itu, baik media dan aktivis mempertanyakan apakah masuk akal bagi negara Pasifik yang miskin itu untuk menjadi tuan rumah acara internasional seperti KTT APEC.