Rabu 13 Feb 2019 22:12 WIB

Dua Versi Cerita dari Duet Pemandu Wisata di Yerusalem

Dua pemandu wisata itu bekerja untuk agen perjalanan wisata MEJDI Tours.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nashih Nashrullah
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.
Foto: Oded Balilty/AP
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM-- Di alun-alun Yerusalem, sekelompok wisatawan berkumpul menatap tembok ratapan dan kubah Shakhrah (di sebut juga kubah batu di komplek Masjid al-Aqsha). Dengan penuh perhatian mereka mendengarkan dua orang pemandu wisata. 

Pemandangan seperti itu memang umum di kota yang menjadi tujuan wisatawan dan peziarah yang ingin mengunjungi landmark agamanya itu. Tapi hal yang tak biasa adalah ketika pemandu wisatanya merupakan warga Palestina dan Israel. 

Mereka bergantian menerangkan tentang kota yang disebut orang Yahudi sebagai Yerusalem sedang bagi orang Arab atau Palestina disebut al-Quds.  

“Kita berada di Yerusalem yang merupakan ibu kota Yahudi. Kita berada di salah satu tempat paling suci di dunia bagi agama Kristen. Dan kuncinya dipegang oleh keluarga Muslim. Ketiganya hidup berdampingan,” kata Lana Zilberman, pemandu wisata berkebangsaan Israel yang berbicara pertama kali pada kelompok wisatawan itu saat sampai di Gereja Makam Kudus seperti dilansir Asharq al-Awsat pada Rabu (13/2).  

Namun rekannya yang juga pemandu wisata asal Betlehem Palestina, Noor Awad punya pandangan berbeda tentang status quo. 

Ia mengungkapkan Muslim dan Kristen di tepi barat jalur Gaza membutuhkan izin dari Israel untuk beribadah di tempat itu. 

“Bagi orang Palestina ini adalah ibukota Palestina. Namun jika Anda tak punya izin itu, kamu tak bisa datang kesini untuk beribadah. Jadi tempat ini punya peran dalam narasi dan konflik yang kita alami saat ini,” kata Awad pemandu wisata yang berusia 28 tahun.  

photo
Muslimah Palestina berfoto di Masjid Dome of the Rock, Yerusalem.

Kendati demikian dua pemandu wisata itu saling mendengarkan dengan sopan. Meski sesekali ada sindiran dengan mengangkat alis. Wisatawan pun membanjiri mereka dengan banyak pertanyaan. 

Dua pemandu wisata itu bekerja untuk agen perjalanan wisata MEJDI Tours dengan kemitraan  orang Israel, Palestina, Arab, dan Yahudi. Tur pekanan itu telah berlangsung sejak Oktober tahun lalu.

Di pusat kota  itu, wisatawan mengunjungi bukit yang dikenal orang Yahudi sebagai kuil gunung namun umat muslim menyebutnya tempat yang suci. Di mana di kubah Shakhrah itu terkait dengan mi'raj Nabi Muhammd. 

Di jantung Kota Tua, tur datang ke bukit yang dikenal orang Yahudi sebagai Kuil Gunung dan bagi umat Islam sebagai Tempat Suci. 

“Itu adalah peristiwa yang sangat penting, seperti dengan kisah Musa yang berbicara pada Tuhan di Gunung Sinai,” kata Awad menjelaskan. “Sepanjang jalan di bawah tanah di bawah kubah emas, sekitar 5.779 tahun lalu Tuhan menciptakan dunia. Dan 4.000 tahun lalu kami percaya Abraham datang untuk mengikat Ishak di tempat  itu,” kata Zilberman.

Berwisata dengan dua pemandu wisata dari Palestina dan Israel itu pun menambah pengalaman dan pengetahuan bagi Dave Yesus (26 tahun), seorang siswa di Long Island  New York yang turut serta hadir dalam tur itu. 

“Apa yang sebenarnya berbeda dalam narasi zionis Yahudi versus narasi Palestina ini adalah sesuatu hal yang akan saya bawa pulang. Saya ingin melihat keduanya berdampingan,” katanya. Andrian Saputra

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement