REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sedang mencari bantuan sebesar 920 juta dolar AS atau sekitar Rp 13 triliun untuk membantu kehidupan satu juta penduduk Rohingya yang mengungsi di Bangladesh. Bedasarkan data PBB, sekitar 740 ribu umat Muslim di Rohingya melarikan diri ke Bangladesh lantaran mendapat tindakan keras militer pada Agustus 2017.
Mereka bergabung dengan 300 ribu penduduk Rohingya yang sudah tinggal di kamp pengungsian di Cox's Bazar setelah serangan kekerasan sebelumnya.
Dalam sebuah pernyataan bersama, badan pengungsi PBB dan Organisasi Migrasi Internasional mengatakan mereka ingin mengumpulkan 920 juta dolar AS untuk memenuhi kebutuhan besar lebih dari 900 ribu pengungsi dari Myanmar dan lebih dari 330 ribu warga Bangladesh yang rentan. Bantuan yang saat ini dibutuhkan di antaranya makanan, air, sanitasi, tempat tinggal, kesehatan, perlindungan anak dan menangani kekerasan berbasis gender, pendidikan, imunisasi, dan nutrisi.
Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi meminta Myanmar untuk mengambil tindakan segera untuk mengatasi akar penyebab krisis itu. "Sehingga orang tidak lagi dipaksa untuk melarikan diri dan mereka harus dapat kembali ke rumah dengan selamat dan aman," kata dia seperti dilansir AFP, Sabtu (16/2).
Menurut dia, saat ini di Myanmar, masyarakat Rohingya dipandang sebagai penyelundup dari Bangladesh dan telah ditolak kewarganegaraannya. Selain itu, hak dan akses ke layanan selama beberapa dekade diterlantarkan.
Menteri Luar Negeri Bangladesh, Shahriar Alam mengatakan, pihaknya ingin segera para pengungsi itu dikembalikan ke negara asalnya. "Kami telah menandatangani (sebuah) perjanjian dengan Myanmar tetapi sayangnya situasi di Myanmar masih tidak kondusif untuk pengembalian sukarela yang aman dan bermartabat," kata dia.
Karena itu, pemerintah Bangladesh terus mendesak komunitas internasional untuk menekan Myanmar untuk dapat menampung kembali warganya. Namun, PBB harus bertanggung jawab terkait keselapatan para pengungsi itu.