REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kepala Militer Myanmar membantah persekusi sistematis terhadap Muslim Rohingnya. Tuduhan-tuduhan itu dinilai merupakan penghinaan terhadap kehormatan negaranya.
Dalam wawancara pertamanya yang terinci sejak militer Myanmar melancarkan penumpasan tahun 2017, Jenderal Senior Min Aung Hlaing meragukan perkiraan yang dibuat PBB bahwa sebanyak 730 ribu orang Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh.
Begitu juga soal laporan-laporan tentang tindakan tidak manusiawi oleh pasukan Myanmar. Menurut Aung, para pengungsi sudah diarahkan apa yang harus mereka katakan.
"Kritik tanpa bukti tertentu melukai kehormatan negara," kata Min Aung Hlaing kepada harian Asahi Shimbun dari Jepang dalam wawancara yang disiarkan JUmat (15/2).
Pasukan Myanmar melancarkan ofensif di Negara Bagian Rakhine tahun 2017 sebagai balasan terhadap serangkaian serangan oleh pemberontak Rohingya atas pos-pos keamanan dekat perbatasan bangladesh.
Min Aung adalah salah satu jenderal yang diminta oleh kalangan internasional agar dihukum karena terlibat pembunuhan Muslim Rohingya.
Satu misi pencari fakta PBB tahun lalu mengatakan, kampanye militer itu mencakup pembunuhan massal dan perkosaan, dibarengi dengan "maksud genosida". PBB menyebut nama Min Aung Hlaing dan lima jenderal lainnya sebagai pihak yang melakukan kejahatan besar berdasarkan hukum internasional.
Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar, Rabu (21/11).
Seorang penyelidik HAM PBB mengatakan bulan lalu Min Aung Hlaing dan lain-lainnya seharusnya bertanggung jawab atas genosida terhadaap Rohingya dan melakukan hal itu perlu sebelum para pengungsi kembali.
Myanmar telah membantah secara konsisten tuduhan-tuduhan terlibat dalam pembunuhan, perkosaan dan aksi-aksi tidak manusia oleh pasukannya. Kendati Min Aung Hlaing mengakui bahwa "sejumlah personel militer mungkin telah terlibat".
Min Aung Hlaingm dalam wawancara pada Kamis di ibu kota Myanmar, Naypyitaw, mempertanyakan tidak hanya jumlah orang yang melarikan diri tetapi juga tentang motif mereka. "Mungkin saja alasan mereka pergi ke Bangladesh adalah ingin hidup bersama keluarga atau melarikan diri ke negara ketiga," katanya.
"Semuanya mengatakan haal yang sama, yang saya yakini seseorang memberitahu mereka untuk mengatakan (hal yang sama)."
Rohingya menghadapi diskriminasi di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Budha selama generasi ke generasi. Mereka dipandang sebagai imigran gela dari Asia Selatan da sedikit di antara mereka memilki kewarganegaraan.