REPUBLIKA.CO.ID, DUBLIN -- Deputi Perdana Menteri Irlandia Simon Coveney meminta rakyatnya untuk tidak menimbun obat-obatan sebelum Inggris keluar dari Uni Eropa. Ia mengatakan Irlandia memiliki persediaan obat-obatan setidaknya untuk delapan pekan ke depan dan akan mencari negara Uni Eropa lain sebagai sumber obat-obatannya.
Meski Irlandia memiliki industri farmasi yang besar tapi mereka masih mengandalkan Inggris di banyak obat-obatan. Coveney mengatakan beberapa obat-obatan tersebut mungkin tidak dapat disetujui jika Inggris meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret mendatang tanpa kesepakatan.
"Tidak ada obat yang dalam daftar risiko tidak dapat dipasok pada akhir Maret, tapi kami akan terus memantau secar ketat untuk memastikan tidak ada keterlambatan pasokan," kata Coveney kepada stasiun radio RTE, Selasa (19/2).
Coveney mengatakan Irlandia memiliki semua pasokan obat-obatan untuk delapan sampai 12 pekan kedepan. "Apoteker dan masyarakat umum tidak harus menimbun obat karena sesungguhnya penimbunan itu sendiri terkadang penyebab masalah pasokan," kata Coveney.
Inggris juga diminta untuk tidak menimbun obat-obatan. Karena penimbunan tersebut dapat menyebabkan kekurangan pasokan. "Kami yakin pasokan obat-obatan tidak akan terganggu," kata menteri kesehatan untuk Brexit, Stephen Hammond.
Coveney mengatakan hal ini sebelum bertemu kabinet Irlandia untuk menyetujui undang-undang persiapan kemungkinan Inggris terpaksa keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan. Walaupun pemerintah Irlandia sudah berulang kali mengatakan mereka yakin no-deal Brexit tidak akan terjadi.
"Sementara kami sudah memiliki rencana darurat yang banyak saya tidak akan memberikan impresi kami dapat menanggulangi Brexit tanpa kesepakatan, hal itu akan menjadi tekanan yang berat bagi perekonomian Irlandia," kata Coveney.
Inggris harus meninggalkan Uni Eropa pada 29 Maret. Tapi sampai saat ini belum ada kesepakatan yang dibuat. Pada pekan lalu, Parlemen Inggris kembali mengalahkan kesepakatan yang diajukan Perdana Menteri Inggris Theresa May.