REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina ingin membangun hubungan strategis dengan Iran. Hal itu diungkapkan Beijing beberapa hari sebelun Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) dijadwalkan mengunjungi negara tersebut.
Anggota Dewan Negara Cina Wang Yi melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif di Beijing pada Selasa (19/2). Pada kesempatan itu, Wang memuji pidato Zarif saat menghadiri Konferensi Keamanan di Munchen, Jerman, akhir pekan lalu.
Pidato yang dimaksud Wang adalah ketika Zarif menuding Israel menghendaki peperangan terhadap Iran. Zarif juga menuduh Israel melanggar hukum internasional karena melancarkan serangan udara terhadap Suriah. Sebagai sekutu Damaskus, Zarif menyatakan bahwa tindakan Israel telah melanggar kedaulatan Suriah.
Menurut Wang, Zarif telah dengan lantang membela hak-hak Iran. "Saya melihat di televisi bagaimana Anda membela hak-hak Iran dengan keras dan jelas di Konferensi Keamanan Munchen. Saya pikir ratusan juta warga Cina juga menyaksikan apa yang Anda katakan dan Anda adalah orang terkenal sekarang," ujar Wang.
"Saya ingin mengambil kesempatan ini untuk memiliki komunikasi strategis yang mendalam dengan teman lama saya guna memperdalam kepercayaan strategis antara kedua negara kita dan memastikan kemajuan baru dari kemitraan strategis serta komprehensif bilateral," kata Wang.
Berdasarkan keterangan yang dirilis Kementerian Luar Negeri Cina, Wang berharap Iran memainkan peran yang lebih konstruktif dalam urusan regionalnya. Namun tak dijelaskan secara terperinci apa maksud dari pernyataan Wang.
Sementara itu Zarif juga memuji hubungan bilateral yang telah terjalin antara Iran dan Cina. Menurut dia hubungan tersebut sangat berharga bagi negaranya.
"Kami menganggap kemitraan strategis yang komprehensif antara Iran dan Cina adalah salah satu hubungan terpenting kami," ujar Zarif.
Iran merupakan pengimpor minyak mentah terbesar keempat ke Cina tahun lalu. Sementara Cina merupakan investor penting di sektor manufaktur dan bidang lainnya di Teheran.
Keinginan Cina membangun kemitraan strategis dengan Iran diungkapkan menjelang kunjungan Pangeran MBS ke negara tersebut. Saudi dan Iran diketahui telah terlibat dalam perselisihan diplomatik selama beberapa tahun terakhir.
Pangeran MBS memang sedang melakukan tur Asia. Pada Ahad hingga Senin lalu, dia berada di Pakistan dan bertemu Perdana Menteri Imran Khan serta Presiden Arif Alvi.
Pangeran MBS telah menandatangani kesepakatan kerja sama dan investasi senilai 20 miliar dolar AS dengan Pakistan. Kesepakatan tersebut termasuk rencana pembangunan kilang minyak dan kompleks petrokimia di kota pelabuhan Gwadar.
Dari Islamabad, Pangeran MBS bertolak ke India pada Selasa (19/2). Dalam kunjungannya ke New Delhi, dia diperkirakan akan turut membahas ketegangan baru-baru ini antara India dan Pakistan akibat serangan bom bunuh diri di wilayah yang dipersengketakan kedua negara, yakni Kashmir. Sebanyak 44 personel militer India tewas dalam insiden tersebut.
Dari India, Pangeran MBS dijadwalkan mengunjungi Cina akhir. Di Beijing, dia akan bertemu dengan Presiden Xi Jinping dan pejabat Cina lainnya.
Belum ada informasi apakah keinginan Cina membangun kemitraan strategis dengan Iran akan mempengaruhi hubungan antara Riyadh dan Beijing.
Pada Maret 2017, Raja Salman bin Abdulaziz telah mengunjungi Cina. Kala itu, Raja Salman dan Xi Jinping menandatangani kesepakatan kerja sama senilai 65 miliar dolar AS.
Kesepakatan kerja sama itu meliputi sejumlah sektor, mulai dari energi hingga ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kunjungan Raja Salman dua tahun lalu, Saudi Basic Industries Corp dan Sinopec sepakat mengembangkan proyek-proyek petrokimia di Cina dan Saudi.
Sinopec dan SABIC adalah salah satu perusahaan petrokimia terbesar di dunia yang bersama-sama mengoperasikan kilang di Tianjin. (Reuters/Kamran Dikarma)