REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Enam pria Australia mengaku bersalah atas tuduhan berencana masuk ke Filipina dan mendorong umat Islam menggulingkan pemerintah negara itu. Keenam pria asal Melbourne ini telah membeli kapal dan berencana berlayar dari Kota Cape York di Queensland menuju Filipina Selatan pada pertengahan 2016.
Demikian terungkap dalam persidangan kasus ini di Melbourne, Jumat (22/2). Sebelumnya, ada perintah pengadilan yang melarang pemberitaan atas kasus ini dan larangan tersebut berakhir hari ini.
Menurut berkas tuntutan yang disampaikan jaksa, dalam menjalankan aksinya kelompok ini menggunakan bahasa kode, menggunakan nama alias, serta berusaha mendapatkan kredit bank untuk digunakan membiayai aksinya.
Keenam terdakwa, yaitu Robert Cerantonio, Shayden Thorne, Paul Dacre, Antonino Granata, Kadir Kaya, dan Murat Kaya. Mereka sepakat mendorong penggulingan pemerintah di Filipina Selatan secara paksa atau dengan jalan kekerasan. Paul Dacre, Antonino Granata dan Kadir Kaya divonis penjara empat tahun, sedangkan Murat Kaya tiga tahun delapan bulan.
Jaksa Robert Cerantonio menyatakan seluruh terdakwa memiliki kaitan dengan ekstremisme, khususnya Cerantonio, yang pernah tinggal di Filipina dan disebut-sebut sebagai pemimpin kelompok ini. Disebutkan, Cerantonio mendukung perlawanan ISIS di Irak dan Suriah serta menganjurkan pemberlakuan hukum syariah.
"Masing-masing terdakwa bisa dikaitkan dengan bukti-bukti yang sejalan dengan dukungan pada tujuan dan ide ekstremisme Islam dan jihad serta antipati terhadap masyarakat Australia dan aturan hukum," kata jaksa dalam tuntutannya.
Meskipun jaksa tidak menyebutkan secara rinci bagaimana para terdakwa berusaha menjalankan rencananya menggulingkan pemerintah, namun disebutkan rencana ini sama sekali bukan khayalan. "Seruan untuk menggulingkan pemerintah asing dengan paksa atau menggunakan kekerasan membahayakan tatanan masyarakat," kata Jaksa Penuntut Umum.
Menurut berkas tuntutan, Haci Kaya, ayah dari terdakwa Murat and Kadir Kaya, memberikan dana 90 ribu dolar AS untuk membiayai rencana tersebut.
Para terdakwa menggunakannya membeli mobil yang digunakan membawa perahu mereka ke Cape York. Ditambahkan, mereka juga membeli peralatan navigasi dan membuat peta rute pelayaran.
Dalam menjatuhkan vonisnya, Hakim Michael Croucher menyatakan para terdakwa sepakat membeli kapal untuk meninggalkan Australia secara rahasia agar bisa masuk ke Filipina. "Aksi mereka ini direncanakan secara buruk dan sulit untuk berhasil," katanya.
Hakim Croucher menyatakan turut mempertimbangkan perilaku terdakwa selama berada dalam tahanan serta adanya kemungkinan merehabilitasi mereka. "Tampaknya mereka mengakui kesalahannya dan mengakui kewenangan pengadilan ini," katanya.
Ikuti juga berita lainnya dari ABC Indonesia.