REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana untuk membuka front dagang dengan India dan Turki. AS ingin mengakhiri Preferential Trade Agreement (PTA) atau Perjanjian Perdagangan Istimewa dengan kedua negara tersebut.
"Pemerintah AS berniat mengakhiri penunjukan India dan Turki sebagai negara berkembang penerima manfaat di bawah program Sistem Preferensi Umum (GSP) karena mereka tidak lagi mematuhi kriteria yang diminta," kata Kantor Perwakilan Dagang AS, seperti dilansir di Aljazirah Selasa (5/3).
Kantor Perwakilan Dagang AS dalam pernyataannya menyebutkan India gagal menyediakan jaminan yang membuat mereka diizinkan mengakses pasar. Sementara itu perekonomian Turki cukup berkembang sehigga mereka tidak lagi memenuhi syarat dalam program tersebut.
Program GSP membuat negara-negara yang berada di dalamnya dapat memasukan produk mereka ke AS tanpa pajak. Syaratnya negara-negara itu juga mengizinkan AS mengakses pasar mereka.
"Namun India telah menerapkan berbagai hambatan perdagangan yang menciptakan efek negatif terhadap perdagangan Amerika Serikat," tambah pernyataan Kantor Dagang AS.
Sementara itu Turki yang masuk ke dalam GSP sejak 1975 menunjukan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Artinya mereka dianggap telah 'lulus' dalam program tersebut. Perubahan ini tidak dapat dilakukan dalam 60 hari setelah Kongres dan negara-negara yang bersangkutan diberi notifikasi.
Trump memulai proses perubahan ini dengan mengirim surat ke Ketua House of Representative dan Ketua Senat. Dalam suratnya tersebut Trump menulis perubahan dilakukan setelah India dan AS melakukan perbincaraan intensif.
"Saya terus melakukan penilaian apakah Pemerintah India menyediakan akses yang masuk akal dan dapat diandalkan ke pasar mereka, berdasarkan kelayakan kriteria GSP," tulis Trump.
Dalam suratnya Trump mengatakan perekonomian Turki sudah tumbuh dan semakin beragam. Ia juga mencatat Turki sudah 'lulus dari dari program negara-negara berkembang GSP'.
Ekspor komoditas India ke AS yang tidak terkena pajak mencapai 5,6 miliar dolar AS. Membuat negara Asia Selatan tersebut menjadi penerima manfaat terbesar program GSP.
Menanggapi langkah tersebut, seorang pejabat perdagangan India mengatakan negaranya tidak berencana untuk mengenakan tarif pembalasan atas barang-barang AS. Menteri Perdagangan India Anup Wadhawan mengatakan dikeluarkannya India dari program GSP memiliki dampak terbatas.
Wadhawan mengatakan India dan AS sudah banyak bekerja sama dalam paket-paket perdagangan.
Menurut salah seorang pejabat India, manfaat yang diterima mereka hanya sebesar 250 juta dolar AS per tahun. "GSP lebih bersifat hubungan strategis simbolis dibandingkan nilainya," kata pejabat yang tidak disebutkan namanya itu.