REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pelapor khusus PBB untuk kebebasan beragama telah meminta Cina mengizinkannya mengunjungi Provinsi Xinjiang. Kunjungan itu dinilai penting untuk mengetahui situasi di sana, khususnya yang menyangkut keadaan Muslim Uighur.
"Saya telah meminta kunjungan untuk pergi ke sana (Xinjiang), karena ini merupakan prioritas bagi saya dalam hal melihat apa yang terjadi di sana. Ada alasan untuk sangat khawatir tentang laporan yang keluar dari wilayah Xinjiang," kata pelapor khusus PBB Ahmed Shaheed pada Selasa (5/3).
Shaheed mengaku menjadi salah satu pakar hak asasi manusia (HAM) di PBB yang telah menulis surat kepada otoritas Cina pada November tahun lalu. Dalam suratnya, dia mengutarakan kecemasan tentang program anti-ekstremisme Cina yang diterapkan di Xinjiang.
"Saya menulis kepada Cina bersama dengan beberapa pelapor lain tentang hukum 'de-ekstremifikasi' yang mereka laksanakan yang menghasilkan, dengan beberapa laporan, jutaan orang interniran," kata Shaheed.
Dia mengatakan telah beredar banyak kabar bahwa kamp interniran di Xinjiang tak manusiawi. "Ada dugaan kematian dalam tahanan, penganiayaan, penyiksaan fisik serta psikologis, dan kurangnya akses ke perawatan medis," ucapnya.
Di sisi lain, Shaheed menilai hukum yang diimplementasikan Cina di Xinjiang terlalu melebar dan membidik kegiatan yang pada dasarnya dilindungi masyarakat. Dalam konteks ini adalah cara berpikir, hati nurani, dan keyakinan. "Jadi berbagai macam pelanggaran terjadi di komunitas-komunitas ini," ujarnya.
Shaheed mengatakan Cina belum merespons permintaannya terkait kunjungan ke Xinjiang. Dia berharap Beijing mengabulkannya.
Cina telah dituding membangun kamp-kamp interniran di Xinjiang dan menahan lebih dari 1 juta Muslim Uighur di dalamnya. Beijing menyangkal tuduhan tersebut. Mereka menyatakan bangunan-bangunan itu sebagai kamp reedukasi.
Menurut Pemerintah Cina di dalam kamp reedukasi, para Muslim Uighur diajarkan berbagai keterampilan, seperti menjahit dan lainnya. Otoritas Cina mengatakan kehadiran pusat pelatihan kejuruan tersebut penting guna menghapus kemiskinan di Xinjiang. Mereka mengklaim bahwa para peserta telah menandatangani perjanjian untuk menerima pelatihan kejuruan.
Namun banyak pihak meragukan klaim Cina. Hal itu terutama disebabkan keengganan Cina memberi kemudahan akses bagi dunia internasional untuk berkunjung ke Xinjiang.