REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Pemadaman listrik besar-besaran di Venezuela terjadi pada Kamis (7/3) waktu setempat. Pemerintahan Nicolas Maduro menyalahkan pemadaman listrik tersebut sebagai sabotase politik di bendungan pembangkit listrik tenaga air yang menyediakan energi bagi negara.
Pemadaman listrik memang kerap terjadi di Venezuela. Ekonomi yang ambruk di bawah hiperinflasi, masyarakat yang kekurangan makanan dan obat-obatan, serta emigrasi massal lebih dari 3 juta warga membuat rakyat terbelenggu dengan penderitaan.
Para pengkritik mengatakan, korupsi dan kurangnya investasi membuat jaringan listrik negara kerap tidak dapat berfungsi. Namun, Maduro mengatakan, masalah-masalah tersebut sengaja diciptakan oleh musuh-musuh politik.
Media lokal dan pengguna Twitter melaporkan bahwa pemadaman listrik Kamis mempengaruhi ibu kota Caracas serta 15 dari 23 negara bagian. Seorang reporter televisi pemerintah menggambarkannya sebagai pemadaman nasional.
"Mereka menyerang pembangkitan dan transmisi di Guri (bendungan pembangkit listrik tenaga air), tulang punggung sistem kelistrikan," kata Menteri Kelistrikan Luis Motta melalui televisi pemerintah, tanpa memberikan bukti. Dia mengatakan layanan akan dipulihkan dalam waktu sekitar tiga jam.
Kerumunan orang pun membanjiri jalan utama Caracas melayangkan protes. Banyak dari orang-orang tersebut mengatakan, harus berjalan beberapa jam ke rumah mereka karena beberapa bus di jalanan penuh dan sistem metro kota ditutup.
"Orang yang bertanggung jawab untuk ini bernama Nicolas Maduro," kata Pedro Fernandez (44 tahun). Ia merupakan seorang insinyur sistem di lingkungan Altamira di Caracas yang tengah dalam perjalanan dengan berjalan kaki ke sisi lain kota. "Ini hanya puncak gunung es mengingat semua hal yang kita derita," ujarnya.
Penderitaan rakyat Venezuela tak diakui oleh Maduro. Ia malah menyangkal adanya krisis. Pada Januari lalu, pemimpin opoisi dari Majelis Nasional mendeklarasikan dirinya sebagai penjabat presiden hingga pemilihan baru diadakan. Pengukuhannya pun telah diakui oleh negara-negara termasuk Amerika Serikat, Australia, Kanada, Columbia, Peru, Ekuador, Paraguay, Brasil, Chili, Panama, Argentina, dan Kosta Rika serta parlemen Eropa. Sementara Turki, Rusia, Iran, Kuba, Cina, dan Bolivia menegaskan kembali dukungan untuk Presiden Venezuela Maduro.