REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Otoritas penerbangan mulai menyelidiki jatuhnya Boeing 737 Max-8 yang dioperasionalkan oleh maskapai Ethiopian Airlines. Jatuhnya Boeing 737 Max-8 ini merupakan yang kedua. Sebelumnya pesawat Lion Air dengan tipe sama juga mengalami kecelakaan serupa di Indonesia pada Oktober 2018 lalu.
Ethiopian Airlines dengan nomor penerbangan ET-320 lepas landas sekitar pukul 8.38 pagi waktu setempat dari Bandara Internasional Bole menuju Nairobi. Kemudian, pesawat hilang kontak pada pukul 8.44 pagi waktu setempat.
Sebelum jatuh, pilot sempat meminta kembali ke bandara dan mengatakan bahwa pesawat yang diterbangkannya mengalami masalah teknis. Berdasarkan Flightradar24, Ethiopian Airlines ET-320 memiliki kecepatan vertikal yang tidak stabil setelah lepas landas. Adapun hingga saat ini penyebab kecelakaan belum diketahui.
Kepala Eksekutif Ethiopian Airlines Tewolde GebreMariam mengatakan, pesawat Boeing 737 Max-8 tersebut telah menjalani pemeliharaan rutin, dan diterbangkan oleh kapten Yared Getachew yang memiliki lebih dari 8.000 jam terbang. Boeing 737 Max-8 diterima oleh Ethiopian Airlines pada November 2018 lalu.
"Ini adalah pesawat baru dan diterbangkan oleh pilot senior, penyebabnya belum kita ketahui saat ini," ujar GebreMariam, dilansir The Guardian, Senin (11/3).
Ehiopian Airlines memiliki sekitar enam aramada Boeing 737 Max-8. GebreMariam mengatakan, armada Boeing 737 Max-8 lainnya tidak akan dihentikan operasionalnya. "Kami belum mengetahui penyebab kecelakaan itu," katanya.
Ethiopian Airlines akan melakukan investigasi forensik bersama dengan pejabat Boeing, otoritas penerbangan sipil Ethiopia, otoritas transportasi Ethiopia, dan badan internasional lainnya.
Berdasarkan aturan internasional, investigasi kecelakaan tersebut dipimpin oleh otoritas penerbangan dan transportasi Ethiopia. Namun, Dewan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat (AS) juga akan ikut andil dalam investigasi karena Boeing 737 Max-8 dirancang dan dibuat di AS.
Seorang saksi mata, Tegegn Dechasa mengatakan, maskapai Ethiopian Airlines ET-320 meledak dan terbakar. Dia mengatakan, pesawat tersebut terbakar di sisi belakang dan berbelok-belok tanpa arah sebelum jatuh.
"Saya berada di sungai dekat dengan lokasi kecelakaan, pesawat itu sudah terbakar ketika jatuh dan menyebabkan ledakan besar. Tak lama, polisi dan petugas pemadam datang untuk memadamkan api," kata Dechasa.
Ethiopian Airlines merupakan masakapai penerbangan milik pemerintah yang terbesar di Afrika. Maskapai ini mengangkut 10,6 juta penumpang pada tahun lalu. Kecelakaan besar yang dialami Ethiopian Airlines terjadi pada Januari 2010 yakni ketika melakukan penerbangan dari Beirut.
Ethiopian Airlines sedang melakukan ekspansi dengan menambah jumlah armada menjadi 120, dan menargetkan menjadi maskapai terbesar di Afrika pada 2025. Adapun, maskapai ini telah melipatgandakan jumlah penumpangnya selama dekade terakhir.
Ethiopian Airlines ET-320 berisi penumpang yang berasal lebih dari 30 negara. Menurut data yang dirilis oleh maskapai, penumpang di dalam pesawat tersebut terdiri dari 32 orang warga negara Kenya, 9 warga Ethiopia, serta Italia, Cina, dan Amerika Serikat masing-masing ada delapan.
Sementara itu, warga negara Inggris dan Perancis masing-masing tujuh orang, Mesir enam orang, India dan Slovakia masing-masing empat orang, serta Swedia dan Rusia masing-masing tiga orang.
Pemerintah Italia mengatakan, seorang arkeolog terkenal Italia yakni Sebastiano Tusa menjadi korban tewas dalam kecelakaan Ethiopian Airlines ET-320. Tusa melakukan perjalanan ke Kenya untuk menghadiri sebuah proyek bersama Unesco. Sementara itu, seorang anggota parlemen Slovakia, Anton Hrnko menyatakan bahwa istri dan kedua anaknya turut menjadi korban tewas dalam kecelakaan tersebut.
"Dengan kesedihan mendalam saya mengumumkan bahwa istri saya Blanka, putra saya Martin, dan putri saya Michala meninggal dunia dalam kecelakaan yang terjadi di Addis Ababa," ujar Hrnko dalam laman Facebook-nya.
Ethiopian Airlines Jatuh. Puing-puing yang diduga berasal dari pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh ditemukan di Hejere, 50 km dari Addis Ababa, Kenya (10/3).
Pihak berwenang Kenya mengawarkan bantuan bagi keluarga dan kerabat yang sedang menunggu informasi di bandara Nairobi. Sekretaris Transportasi, James Macharia mengatakan, mereka akan dibawa ke pusat darurat yang terletak di sebuah hotel dekat bandara. "Ini adalah masalah emosional yang sangat sensitif," kata Macharia.
Kepala Organisasi Internasional untuk Migrasi, Antonio Vitorino mengatakan, 19 anggota staf organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi korban dalam kecelakaan tersebut. "Banyak anggota staf lainnya dari setidaknya lima organisasi PBB dan yang berafiliasi juga menjadi korban," ujarnya.
Kepala Lingkungan Hidup PBB, Inger Anderson sangat terpukul dengan kecelakaan yang menimpa sejumlah staf organisasi PBB. Saat ini PBB telah memberikan nomer telepon darurat kepada delegasi lainnya dan juga keluarga korban.
"Kami sangat terpukul dengan apa yang terjadi. Banyak mitra dan kolega kami yang menjadi korban, namun kami belum mengetahui penyebab kecelakaan ini," ujar Anderson.
Beberapa staf organisasi PBB yang menjadi korban diantaranya, pendiri International Committee for the Development of Peoples Paolo Diec, tiga anggota organisasi kemanusiaan Italia, Africa Tremilia yang terdiri dari Presiden Africa Tremilia, Paolo Dieci beserta istrinya, dan bendaraha Matteo Ravasio. Sementara itu, ada pula Penasihan Save the Children, Tamirat Mulu Demessie.