REPUBLIKA.CO.ID, ADIS ABBABA -- Mantan penyelidik Badan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) yang berbasis di Amerika Serikat, Alan Diehl, mengatakan ada kesamaan dalam insiden kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines dan Lion Air.
Menurutnya, kedua kru pesawat tersebut sama-sama menemui masalah tak lama setelah lepas landas. Selain itu, ia mengatakan ada kesamaan dalam laporan tentang variasi besar dalam kecepatan vertikal selama selama pesawat Boeing 7373 Max-8 itu naik ke ketinggian.
Pesawat Lion Air sebelumnya jatuh di laut lepas pantai Indonesia pada 29 Oktober lalu. Insiden itu menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah 189 orang. "Jelas menunjukkan potensi masalah kemampuan pengendalian," kata Diehl, dilansir dari AP, Senin (11/3).
Kendati begitu, ia mengatakan ada banyak penjelasan yang mungkin terjadi. Hal itu termasuk masalah mesin, kesalahan pilot, beban berat, sabotase atau serangan burung.
Menurut Diehl, pihaknya mengirim tim beranggotakan empat orang untuk membantu pemerintah Ethiopia menyelidiki insiden kecelakaan tersebut.
Pesawat Ethiopian Airlines.
Kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines ini memang telah menimbulkan pertanyaan tentang keselamatan dari versi terbaru pesawat Boeing 737 itu. Hal itu lantaran saat insiden terjadi, cuaca dalam keadaan cerah dan pesawat juga baru beroperasi pada November lalu.
Senada dengan Diehl, seorang profesor keselamatan penerbangan di Universitas Aeronautika Embry-Riddle, William Waldock, mengatakan kecurigaan memang akan muncul karena jenis pesawat yang sama nampak menabrak dengan cara sama. Keduanya sama-sama menukik fatal yang menyebabkan pesawat hancur menjadi puing-puing kecil.
Namun demikian, ia menekankan agar tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan antara kedua tabrakan tersebut. Menurutnya, penyebabnya akan lebih banyak diketahui setelah penyelidik menemukan dan menganalisis kotak hitam pesawat Ethiopian Airlines. "Penyelidik bukan orang yang percaya secara kebetulan," katanya.
Pilot Ethiopia disebut memiliki reputasi yang baik dalam penerbangan. Namun, para penyelidik akan memeriksa pemeliharaan pesawat, terutama karena itu bisa saja terjadi seperti halnya kasus kecelakaan Lion Air.
Pendiri Aviation Safety Network, Harro Ranter, mengatakan sulit melihat kesamaan dengan kecelakaan Lion Air. Hal itu karena sebelumnya CEO Ethiopian Airlines mengatakan bahwa pemeriksaan pemeliharaan tidak menemukan masalah dengan pesawat sebelum penerbangan pada Ahad pagi tersebut.
Boeing 737 adalah pesawat terlaris sepanjang sejarah. Sedangkan Max, versi terbarunya dengan mesin yang lebih hemat bahan bakar, adalah bagian sentral dari strategi Boeing untuk bersaing dengan rival Eropa Airbus.
Boeing telah mengirimkan sekitar 350 pesawat 737 Max dan memiliki pesanan lebih dari 5.000. Ini sudah digunakan oleh banyak maskapai termasuk Amerika, Amerika dan Barat Daya.