Selasa 12 Mar 2019 12:53 WIB

Israel akan Bangun 23 Ribu Rumah di Yerusalem Timur

Proses pembangunan dilakukan selama lima tahun ke depan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Foto: EPA
Pembangunan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pemerintah Israel akan membangun 23 ribu unit rumah baru di Yerusalem Timur. Proses pembangunan dilakukan selama lima tahun ke depan.

"Kami menandatangani perjanjian dalam rangka pembangunan 23 ribu unit rumah baru di Yerusalem dengan investasi 1 miliar shekel (sekitar Rp 3,9 triliun)," kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Senin (11/3).

Baca Juga

Stasiun televisi Israel, Israel Channel 7, melaporkan perjanjian pembangunan 23 ribu unit rumah ditandatangani Departemen Keuangan, Administrasi Pertahanan Israel, dan Kota Madya Yerusalem dengan kehadiran Netanyahu. Menurut perjanjian tersebut, lingkungan di Yerusalem Lama dan Baru akan dikembangkan. Area yang luas dialokasikan untuk perkantoran serta investasi dalam infrastruktur.

Netanyahu menganggap tidak ada yang salah dengan rencana pembangunan di Yerusalem Timur. Dia mengklaim seluruh Yerusalem telah menjadi ibu kota Israel.

Israel mulai menduduki Yerusalem Timur pascaberakhirnya Perang Arab-Israel pada 1967. Wilayah yang ia caplok termasuk Tepi Barat dan Jalur Gaza. Setelah merebut Yerusalem dari kendali Yordania, Israel segera menggencarkan pembangunan di kota tersebut.

Menurut lembaga hak asasi manusia Israel, B'Tselem, pada Juni 1967, Israel mengadakan sensus di daerah yang didudukinya. Warga Palestina yang kebetulan absen saat itu seketika kehilangan hak untuk kembali ke rumahnya.

Warga Palestina yang hadir diberi status penduduk tetap. Status itu disematkan kepada warga asing yang tinggal di Israel. Namun, tidak seperti imigran yang secara bebas bisa memilih tempat tinggalnya dan dapat kembali ke rumahnya, warga Palestina di Yerusalem Timur tidak memiliki rumah lain.

Mereka pun tidak memiliki status hukum di negara lain dan tidak memilih tinggal di Israel. "Negara Israel yang menduduki dan mencaplok tanah tempat mereka tinggal," kata B'Tselem.

Kebijakan Israel di Yerusalem Timur diarahkan untuk menekan warga Palestina agar hengkang dari sana. Tujuannya membentuk realitas geografis dan demografis baru di kota suci tersebut. Ini merupakan upaya preventif Israel jika ada pihak-pihak yang menentang kedaulatannya di masa mendatang.

Sejak 1967, sekitar 14.500 warga Palestina di Yerusalem Timur telah dicabut izin tempat tinggal permanennya oleh Israel. Sebagai gantinya, Israel melakukan penggusuran dan memperluas pembangunan permukiman Yahudi di sana. Saat ini terdapat lebih dari 750 ribu pemukim Yahudi yang tinggal di 196 permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement