REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kepala Komite Nasional Gerakan Patriotik Tiga Pendirian Gereja Protestan Cina Xu Xiaohong mengatakan Barat mencoba menggunakan agama Kristen untuk mempengaruhi Rakyat Cina dan 'menumbangkan' pemerintahan. Ia memperingatkan pemeluk agama Kristen Cina untuk mengikuti Kristen yang telah diadopsi Cina.
Dalam pidatonya, Xu mengatakan, ada banyak masalah dengan Kekristenan di Cina termasuk 'infiltrasi' dari negara luar dan 'pertemuan-pertemuan rahasia'. "Harus disadari dalam gerakan kami ada kata 'Cina' dan bukan 'Barat'," kata Xu Selasa (12/3).
Pernyataannya ini dilaporkan Departemen United Front Work, yang berada di bawah naungan Partai Komunis Cina. Departemen itu bertugas menjaga relasi dengan berbagai individu atau organisasi penting dan berpengaruh baik di dalam maupun di luar Cina.
"Pasukan Anti-Cina di Barat mencoba terus mempengaruhi stabilitas sosial Cina dan bahkan menumbangkan kekuatan politik negara kami melalui Kristianitas dan itu sepenuhnya gagal," kata Xu.
Konstitusi Cina menjamin kebebasan beragama. Tapi sejak Xi Jinping berkuasa enam tahun yang lalu pemerintah Cina semakin memperketat pengawasan terhadap organisasi dan aktivitas keagamaan yang dianggap menentang otoritas Partai Komunis yang berkuasa.
Pemerintah Cina menutup banyak gereja-gereja bawah tanah baik gereja Protestan maupun Katholik. Walaupun di sisi lain mereka berusaha memperbaiki hubungan dengan Vatikan.
"Untuk setiap domba hitam yang, di bawah panji-panji Kekristenan, berpartisipasi dalam merongrong keamanan nasional, kami dengan tegas mendukung negara untuk membawa mereka ke pengadilan," ujar Xu.
Xu mengatakan hanya dengan menghapus 'stigma agama asing' di Cina, Kristen dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Xu mengatakan hanya dengan mengacu pada tradisi budaya Cina maka Kristen Cina dapat mengakar sumbur di Cina.
"Dan menjadi agama yang diakui Cina, hanya dengan terus mengedepankan dan mempraktikkan nilai inti sosialisme, Kekristenan kami dapat benar-benar sesuai dengan masyarakat sosialis," kata xu.
Cina telah melakukan kebijakan apa yang mereka sebut "Sinicisation of Religions" atau Cinasisasi Agama untuk menghilangkan pengaruh luar serta menyesuaikan agama dengan nilai-nilai Partai Komunis. Pembatasan aktivitas keagamaan ini telah membuat Amerika Serikat gerah.
Pada pekan lalu dalam kunjungannya ke Hong Kong, Duta Besar AS untuk kebebasan beragama meminta pemerintah Cina untuk mengakhiri persekusi kepada penganut agama. Cina juga memasukan minoritas Muslim Uighur ke kamp pengasingan yang mereka sebut program deradikalisasi di Xinjing.
Hal ini mendapat kritikan keras dari negara-negara Barat dan organisasi-organisasi kemanusiaan. Pemerintah Cina mengatakan kamp itu sebagai fasilitas vokasi yang mengajarkan masyarakat Uighur tentang hukum dan bahasa Cina.
Seorang Imam dari Xinjiang Yang Jie mengatakan kepada badan penasihat legislatif Cina mengatakan beberapa orang tidak memiliki pengetahuan agama dan kewarganegaraan yang baik. Sehingga mereka sangat rentan terhadap 'godaan dan hasutan anggota kelompok ekstrim'.
Yang mengatakan mereka sering salah mengira agama datang lebih dulu dibandingkan kewarganegaraan. Mereka juga kerap menganggap kegiatan ilegal sebagai ekspresi keimanan.
"Itu pandangan dan perilaku salah yang telah mempengaruhi stabilitas sosial, persatuan etnik dan keharmonisan keagamaan, dan telah menjelekkan citra komunitas Muslim dan harus dihentikan dengan tegas," kata Yang.