REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Boeing Co menghadapi krisis terburuk karena banyak negara yang menangguhkan pesawat Boeing 737 MAX 8, setelah mengalami insiden kecelakaan mematikan. Saham perusahaan berakhir 0,5 persen pada 377,14 dolar Amerika Serikat (AS), membaik dari penurunan lebih dari tiga persen ketika Federal Aviation Administration (FAA) mengumumkan, AS menangguhkan operasional Boeing 737 MAX 8.
FAA AS mengambil data satelit baru dan bukti di lokasi kecelakaan yang membuat mereka bergabung dengan negara lainnya. AS bersama dengan Eropa, Cina, dan negara-negara lain menangguhkan 737 MAX dalam penerbangan.
Kecelakaan itu merupakan bencana kedua yang melibatkan 737 MAX. Jenis pesawat penumpang itu merupakan yang paling laris di dunia tetapi dihempas dua insiden kecelakaan mematikan dalam waktu kurang dari lima bulan.
FAA menyatakan, informasi baru dari puing-puing di Ethiopia, menunjukkan beberapa kesamaan antara dua insiden kecelakaan Boeing 737 MAX. Pejabat administrator FAA, Daniel Elwell, mengatakan, dia tidak tahu berapa lama penangguhan pesawat dilakukan. Perbaikan perangkat lunak untuk 737 MAX akan memakan waktu lama untuk diselesaikan.
Adapun 737 merupakan masa depan bagi Boeing dalam pertempurannya dengan pesaing Eropa, Airbus SE. Varian baru dari 737 dipandang sebagai bagian utama yang telah bekerja keras bagi Boeing selama beberapa dekade.
"Agensi membuat keputusan ini sebagai hasil dari proses pengumpulan data dan bukti baru yang dikumpulkan di situs dan dianalisis hari ini," kata FAA.
Ini adalah kedua kalinya FAA menghentikan penerbangan pesawat Boeing dalam enam tahun. Sebelumnya mereka telah mendaratkan 787 Dreamliner pada 2013.
Boeing telah menyatakan pesawat mereka aman untuk diterbangkan. Mereka juga mendukung langkah dari FAA.
Kecelakaan yang melibatkan Boeing 737 MAX di Indonesia menewaskan 189 orang pada Oktober 2018. Saat ini para calon penumpang pesawat merasa khawatir, karena ada dua bencana terjadi dalam waktu yang berdekatan.