Jumat 15 Mar 2019 15:25 WIB

Masjid Ditembaki, Australia Diminta Waspadai Ekstremisme

Penembakan di masjid Selandia Baru dinilai sebagai aksi ektremisme.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
Proses evakuasi korban penembakan di masjid Christchurch, Selandia Baru
Foto: EPA
Proses evakuasi korban penembakan di masjid Christchurch, Selandia Baru

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Organisasi Muslim Australia mengutuk serangan penembakan terhadap jamaah di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Mereka menganggap tragedi tersebut sebagai "aksi teror" yang terinspirasi oleh Islamophobia.

Pihak berwenang meyakini sebanyak 40 orang tewas setelah penembakan massal di dua masjid setempat. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyebut tragedi tersebut sebagai salah satu hari paling gelap di Selandia Baru.

Baca Juga

Federasi Dewan Islam Australia (AFIC) mengutuk serangan itu dan mendesak pemerintah di Australia di semua tingkatan untuk memberi perhatian ekstra pada sentimen anti-Muslim dan ekstremisme. Presiden AFIC Rateb Jneid mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa para korban dan keluarga mereka sedang berdoa.

"Dengan kesedihan yang mendalam kita belajar hari ini dari serangan teroris yang dilakukan terhadap jamaah yang tidak bersalah di sebuah Masjid di Christchurch, Selandia Baru," kata Dr Jneid dilansir di ABC News, Jumat (15/3).

"Tindakan teror terhadap para jamaah yang tidak bersalah ini adalah kekejaman dan kami berduka dengan para korban dan keluarga mereka."

Senator perempuan Muslim pertama Australia, Mehreen Faruqi, mengutuk sentimen anti-Islam di Australia, terutama politisi sayap kanan seperti Pauline Hanson dan Fraser Anning.

"Ada darah di tangan para politisi yang menghasut kebencian. Bagi saya, ada hubungan yang jelas antara politik kebencian mereka dan kekerasan yang memalukan dan tidak masuk akal di Christchurch ini," tweetnya.

"Muslim telah menjadi sasaran selama shalat Jumat. Ini bukan peristiwa terisolasi dengan penyebab misterius. Ini bukan serangan acak. Ini adalah konsekuensi dari kebencian Islamophobia dan rasis yang telah dinormalisasi dan dilegitimasi oleh beberapa politisi dan media."

"Menghadiri shalat Jum'at adalah ritual keluarga bagi jutaan umat Islam. Hati saya hancur untuk semua orang yang kehilangan keluarga dan teman-teman hari ini, dan Muslim di seluruh dunia yang khawatir akan keselamatan mereka setiap hari," kata Faruqi.

Dr Jneid mengatakan dalam pernyataannya bahwa umat Islam di Australia perlu mewaspadai keselamatan mereka, terutama di sekitar masjid.

"Kami mendorong semua Masjid dan tempat ibadah di Australia untuk lebih waspada dan bagi anggota komunitas Muslim untuk secara khusus memperhatikan keselamatan mereka dalam beberapa hari mendatang," katanya.

Dia juga mendesak pemerintah Australia untuk mewaspadai konsekuensi mengerikan yang dapat mengalir dari ucapan kebencian.

"Pembantaian hari ini adalah produk dari Islamofobia yang semakin meningkat dan marginalisasi umat Islam dan merupakan pengingat bagi semua pihak, termasuk para pemimpin politik dan komentator media, tentang konsekuensi mengerikan yang dapat ditimbulkan oleh suasana kebencian dan perpecahan. Tidak ada negara atau komunitas yang kebal terhadap kekejaman seperti itu."

"Kami mendesak pemerintah di Australia, baik di tingkat Federal dan Negara, untuk memberikan perhatian ekstra pada munculnya sentimen anti-Muslim dan ekstremisme dan memastikan bahwa keprihatinan komunitas Muslim didengar dan ditanggapi dengan tulus," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement