Sabtu 16 Mar 2019 13:14 WIB

Korban Selamat Christchurch: Saya Kontak Polisi tak Dijawab

Polisi tiba 20 menit setelah kejadian berlangsung.

Rep: Puti Almas/ Red: Nashih Nashrullah
Proses evakuasi korban penembakan di masjid Christchurch, Selandia Baru
Foto: EPA
Proses evakuasi korban penembakan di masjid Christchurch, Selandia Baru

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH — Seorang jamaah di Masjid Al Noor, Christchurch, Selandia Baru bernama, Anwar Alsaleh mengatakan saat penembakan terjadi, dirinya sempat menelpon layanan darurat untuk meminta pertolongan. Saat kejadian berlangsung, dia tengah berada di kamar mandi mencuci tangannya.  

Seiring dengan pelaku yang mulai melakukan aksi penembakan, Alsaleh mencoba bersembunyi. Beberapa kali, dia menelpon polisi ketika serangan berlangsung, namun tak kunjung mendapat jawaban. 

Baca Juga

Dia kemudian menghubungi ambulans dan mengatakan kepada mereka bahwa ada serangan terjadi. 

Alsaleh juga meminta agar mereka menghubungi polisi karena penembakan yang terus berlangsung. 

Bahkan, dia sempat mendengar pelaku mengatakan akan membunuh umat Muslim yang berada di dalam masjid.

Sejumlah saksi sebelumnya juga mengatakan bahwa banyak korban tewas yang ditembak hingga beberapa kali hingga kehilangan nyawa. 

Alsaleh mengatakan polisi tiba 20 menit setelah kejadian berlangsung. Saat petugas tiba, dia dituntun untuk keluar dari bangunan masjid, bersama dengan orang-orang lainnya.   

Alsaleh adalah seorang warga asal Palestina yang pindah ke Selandia Baru pada 1996. 

Menurutnya, selama ini negara itu telah menjadi tempat yang aman untuk hidup. 

“Orang-orang di Selandia Baru sangat baik dan saya memiliki banyak teman di sini,” ujar Alsaleh seperti dikutip stuff.co.nz, Sabtu (16/3). 

Sementara itu, jamaah Masjid Al Noor lainnya juga menceritakan saat-saat menegangkan dalam hidupnya, ketika serangan berlangsung.

Dia adalah pria asal Yordania yang tak mau disebutkan namanya dan telah menetap di Selandia Baru sejak tujuh tahun lalu. 

Menurut pria itu, Selandia Baru adalah tempat yang aman untuk membesarkan anak-anaknya. Bahkan, saat kejadian berlangsung, dia berpikir ada kembang api yang sedang dinyalakan. 

“Saya pikir itu adalah kembang api karena penembakan tidak pernah terjadi di Selandia Baru,” ujar pria itu. 

Dia yang sudah sadar penembakan terjadi kemudian melarikan diri keluar dari pintu belakang dan memanjat dinding. Jamaah masjid lainnya juga terlihat berlarian, menyadari apa yang terjadi. 

“Penembakan itu pada awalnya terdengar lambat, hingga kemudian menjadi jauh lebih cepat,” kata pria tersebut menambahkan. 

Beberapa kerabatnya, seperti seorang pengungsi Suriah yang datang bersama dengan istri serta tiga anak perempuan dilaporkan meninggal. Selain itu, ada mantan sekretaris jenderal Asosiasi Muslim Canterbury dan anak laki-laki berusia 7 tahun yang juga menjadi korban tewas.  

"Itu adalah tragedi bagi semua orang. Orang-orang berteriak di lantai menunggu ambulans, tetapi polisi tidak mengizinkan kami pergi mencari bantuan karena itu tidak aman. Kami tidak bisa melakukan apa pun untuk saudara-saudara kami,” jelas pria itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement