Sabtu 16 Mar 2019 21:48 WIB

Amirsyah: Bukan Kebetulan Tarrant Lakukan Aksinya pada Jumat

Tarrant telah merencanakan aksi penembakan di dua masjid secara matang.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Teguh Firmansyah
Orang-orang Turki mengadakan doa pemakaman secara in absentia selama demonstrasi untuk mengutuk penembakan massal di Christchurch, Selandia Baru, di Ankara, Turki, 16 Maret 2019.
Foto: EPA-EFE/STR
Orang-orang Turki mengadakan doa pemakaman secara in absentia selama demonstrasi untuk mengutuk penembakan massal di Christchurch, Selandia Baru, di Ankara, Turki, 16 Maret 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyoroti aksi terorisme Brenton Tarrant (28 tahun) di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Serangan yang menyebabkan setidaknya 49 orang meninggal itu telah direncanakan secara matang.

“Jika kita ingin melacak akar sejarah teror yang dilajukan teroris sekaliber Tarrant, maka dapat dikatakan ini salah satu percikan seorang yang boleh disebut Neo Crusader,” kata Ketua LN MUI Pusat Amirsyah Tambunan kepada Republika, Sabtu (16/3).

Baca Juga

Amirsyah mengatakan dunia telah mengutuk peristiwa berdarah yang terjadi pada Jumat (15/3) siang. Padahal, Jumat merupakan hari mulia bagi umat Islam, tetapi menjadi kelam di mata dunia. Teroris Brenton Tarrant menjadi aktor atas aksi kejam yang dilakukan terhadap umat Islam.

Berdasarkan informasi yang dia dapatkan, Tarrant yang seorang pegawai di pusat kebugaran sudah merencanakan aksinya itu dalam waktu tiga tahun. Tarrant juga sudah mengamati target sasarannya selama dua bulan.

Karena itu, menurut dia, semua detail telah Tarrant pelajari, mulai dari pemetaan lokasi hingga pemilihan waktu yang tepat. “Bukan kebetulan aksi ini terjadi di Jumat menjelang pelaksanaan salat Jumat. Hari tatkala masjid paling ramai dihadiri oleh umat Islam,” ujar Amirsyah.

Namun yang paling ironi, dia melanjutkan, Tarrant melakukan siaran langsung melalui media sosial saat melancarkan aksinya. Menurut dia, hal ini dapat menjadi stigma bagi pendukung Tarrant.

Sejumlah fakta menyebutkan, Tarrant meninggalkan barang bukti berupa senjata api yang ditulis tinta putih. Sejumlah nama terpampang di senapan milik Tarrant, seperti, Raja de facto Francia (Prancis) Charles Martel yang mengalahkan ekspansi khilafah ke wilayah Prancis dalam pertempuran Battle of Tours pada 732 M.

Selain itu, sumber lain menyebutkan adanya nama seorang teroris Kanada yang melakukan serangan di masjid di Quebec pada 29 Januari 2017, Alexandre Bissonette, teroris Swedia yang membunuh anak-anak sekolah karena diradikalisasi oleh ajaran Kristen ekstrem Anton Lundin Petterson, seorang tentara di Republik Venesia yang menyerang kapal rombongan haji pada 1570 Marco Antonio Bragadin, dan sederet nama teroris anti-Islam.

Amirsyah mengatakan manifesto dan pesan tertulis milik Tarrant, sangat sarat terhadap pesan kebencian, balas dendam, dan melanjutkan perjuangan para crusader (kesatria salib) dari abad pertengahan yang terlibat perang salib dengan Khilafah Islam.

"Tarrant seorang teroris yang membawa misi dalam aksinya,” kata dia.

Amirsyah menilai, Tarrant berusaha menginspirasi orang-orang yang geram dan benci terhadap umat Islam melalui siaran langsung di media sosial Facebook. “Tarrant ingin menjadi pahlawan, sekaligus pecundang yang memantik kobaran api besar Neo Perang Salib di era modern,” ujar dia.

Namun, Amirsyah merasa aneh karena tidak sedikit dukungan dan doa yang diberikan untuk Tarrant atas aksinya itu. Pendukung Tarrant beranggapan aksi terorisme tersebut sangat heroik dan berani.

Amirsyah mengatakan, selama ini aksi anti-Muslim di Barat hanya berupa kekerasan verbal hingga pelemparan batu ke masjid atau vandalisme. Sementara aksi kekerasan fisik pada Muslim masih langka dan jarang terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement