Sabtu 16 Mar 2019 22:48 WIB

Tak Satupun Pelaku Teror Selandia Baru Miliki Jejak Kriminal

Rekam jejak para pelaku teror nihil di pihak keamanan Selandia Baru maupun Australia

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nashih Nashrullah
Teror Masjid Christchurch. Brenton Tarrant (wajahnya disamarkan) tampil di sidang atas pembunuhan massal di dua masjid di Christchurch, Ahad (16/3).
Foto: EPA
Teror Masjid Christchurch. Brenton Tarrant (wajahnya disamarkan) tampil di sidang atas pembunuhan massal di dua masjid di Christchurch, Ahad (16/3).

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH – Pelaku penembakan dua masjid di Selandia Baru, Brenton Tarrant (28 tahun) berada di Pengadilan Distrik Christchurch dan didakwa telah melakukan pembunuhan.

Dilaporkan Aljazera, Sabtu (16/3), Tarrant tampak menatap ke arah para wartawan dengan sinis.  Dia akan dipenjara tanpa permohonan banding hingga pengadilan berikutnya di Pengadilan Tinggi South Island pada 5 April 2019.    

Baca Juga

Ketika dimunculkan di hadapan media, Tarrant tampak tersenyum sinis, tanpa mengucapkan sepatah kata.

Dia mengenakan baju tahanan berwarna putih, tanpa alas kaki, dan kedua tangannya diborgol. Pengacara yang ditunjuk oleh pengadilan tidak mengajukan permohonan jaminan atas Tarrant. 

Hakim Paul Kellar mengizinkan awak media untuk mengambil foto Tarrant. Namun, Kellar meminta agar wajah tersangka diburamkan untuk menjaga hak-hak atas keadilan persidangan. 

Sementara itu, dua tersangka lainnya masih ditahan dan diiterogasi oleh polisi terkait peran mereka dalam tragedi penembakan tersebut.

Tak satu pun dari mereka yang ditangkap memiliki catatan kriminal atau berada dalam daftar pantauan pihak keamanan Selandia Baru maupun Australia.

Secara terpisah, Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, mengatakan Tarrant merupakan pemilik senjata berlinsensi. Dia menggunakan lima senjata ketika melakukan serangan, termasuk dua senjata semi otomatis dan dua senapan. 

Senjata-senjata tersebut telah dimodifikasi agar dapat menembakkan peluru dengan lebih cepat. 

Ardern mengatakan, Pemerintah Selandia Baru akan segera mengubah undang-undang kepemilikan senjata dan mempertimbangkan larangan penggunaan senjata semi otomatis.

"Undang-undang senjata kami akan berubah," ujar Ardern.

Ardern mengatakan, sebelum ditangkap polisi, tersangka berniat untuk melanjutkan aksi penembakan lainnya. Diketahui, Selandia Baru memiliki undang-undang kepemilikan senjata api yang relatif longgar. 

Diperkiarakan terdapat 1,5 juta senjata api dimiliki warga Selandia Baru. Adapun populasi penduduk Selandia Baru sebanyak 5 juta orang. Meski mempunyai aturan yang longgar, tingkat pembunuhan dengan senjata di negara tersebut tergolong rendah. 

Pada 2015 tercatat hanya delapan kasus pembunuhan yang menggunakan senjata. 

Penembakan yang terjadi di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood merupakan tragedi paling mematikan dalam sejarah Selandia Baru. 

Dalam insiden ini tercatat 49 orang meninggal dunia, termasuk wanita dan anak-anak. Rencananya beberapa korban meninggal dunia tersebut akan dimakamkan pada Sabtu ini. 

Staf medis menyataan, terdapat 39 orang terluka dan sedang menjalani perawatan di rumah sakit.

Sebanyak 11 orang dari jumlah tersebut mengalami kondisi kritis, termasuk seorang anak perempuan berusia empat tahun.

Korban berasal dari negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Arab Saudi, Turki, Yordania, Bangladesh, Indonesia, dan Malaysia. 

Kerabat Tarrant di Grafton, New South Wales langsung menghubungi polisi setelah mengetahui penembakan tersebut dan membantu penyelidikan.

Diketahui, Tarrant menghabiskan waktu di Australia dalam empat tahun terakhir. Dia tercatat pernah melakukan pelanggaran lalu lintas kecil.  

  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement