Ahad 17 Mar 2019 11:10 WIB

Korban di Masjid Christchurch Balita 3 Tahun Hingga Lansia

Sebagian besar korban penembakan di masjid Christchurch adalah pengungsi.

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Anggota masyarakat berduka di sebuah memorial bunga di dekat Masjid Al Noor di Deans Rd di Christchurch, Selandia Baru, 16 Maret 2019.
Foto: EPA-EFE/Mick Tsikas
Anggota masyarakat berduka di sebuah memorial bunga di dekat Masjid Al Noor di Deans Rd di Christchurch, Selandia Baru, 16 Maret 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Kebanyakan korban penembakan di Selandia Baru adalah pengungsi. Ada yang baru saja memulai hidup baru di negeri itu ada pula yang sudah tinggal di sana bertahun-tahun.

Mereka mengungsi ke Selandia Baru untuk menemukan kedamaian, meninggalkan tanah air mereka yang dihancurkan perang. Tapi di sana pula nyawa mereka pun melayang karena kebencian.

Baca Juga

Para pengungsi itu diberondong senjata di tempat mereka beribadah. Teroris supremasi kulit putih merenggut nyawa mereka dalam penembakan brutal. Dilansir di Telegraph, Ahad (17/3) berikut beberapa korban penembakan tersebut.

Daoud Nabi, 71 tahun orang pertama yang tewas dalam penembakan yang disebut Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern sebagai 'hari terburuk dalam sejarah Selandia Baru'. Nabi adalah seorang pensiunan insyiur yang berimigrasi dari Afghanistan.

Nabi harus meninggalkan tanah airnya karena invansi Uni Soviet. Ia sempat menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan kepada pembunuhnya.

Dalam video yang direkam si pembunuh Brenton Tarrant, dapat terdengar suara Nabi mengucapkan 'halo teman'. Ia menyambut Tarrant di depan pintu masuk Masjid Al Noor.

Ada laporan Nabi menghalangi Tarrant untuk menembak orang lain. Omar, putra Nabi tidak terkejut dengan laporan itu yang memang karakter ayahnya. Nabi memiliki kebiasaan untuk datang ke bandara demi menyambut dan membantu pengungsi yang ingin memulai hidup baru di Selandia Baru.

"Dia membantu semua pengungsi, apakah ia dari Palestina, Irak, Suriah, dia akan menjadi orang yang pertama memegang tangan mereka," kata Omar.

Kakek dari sembilan orang cucu itu memimpin dengan memberikan contoh, memberikan pengaruh baik di komunitas tempatnya tinggal. Membantu memberikan dana untuk pembangunan Masjid dan ketua asosiasi masyarakat Afghanistan di kotanya.

photo
Warga meletakkan bunga di depan Masjid Wellington, Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Sabtu (16/3/2019).

Berdiri di pengadilan Tarrant diadili, Omar menuntut keadilan atas kematian ayahnya. Omar mengatakan Nabi yakin Selandia Baru adalah 'potongan surga'.

Mucad Ibrahim, balita berusia 3 tahun menjadi korban termuda dalam penembakan  brutal di dua masjid wilayah Christchurch, Selandia Baru. Ia meninggal ketika bersama ayah dan kakak laki-lakinya Abdi hendak shalat di Masjid Al Noor.

Mucad meninggal dunia ketika penembakan dimulai. Abdi berhasil melarikan diri menyelamatkan nyawanya. Sementara ayah mereka pura-pura tewas setelah di tembak.

Keluarganya berusaha keras mencari Mucad di rumah sakit Christchurch. Lalu Abdi mengunggah foto Mucad. "Sesungguhnya kita adalah milik Tuhan dan kepada-Nya kita akan kembali, kami akan merindukanmu adikku tersayang," tulis Abdi di foto tersebut.

Abdi menggambarkan adiknya sebagai anak yang energik, menyenangkan, senang tersenyum, dan tertawa. Abdi mengaku hanya 'kebencian' yang ia rasakan untuk pembunuhnya.

Abdullahi Dirie, 4 tahun hanya satu tahun lebih tua dari Mucad. Sebuah foto menunjukan ia dipeluk seorang laki-laki di luar masjid setelah ditembak mati. Ayah dan empat saudara laki-lakinya selamat dalam penembakan.

Keluarga Abdullahi meninggalkan tanah air mereka Somalia ke Selandia Baru pada pertengahan 1990-an. Mereka datang sebagai pengungsi. Pamannya Abdulrahman Hashi, 60 tahun ustad di Masjid Al Hijrah di Minneapolis, Amerika Serikat.

"Anda tidak bisa membayangkan apa yang saya rasakan, ia yang paling muda di keluarga kami, masalahnya ada ekstremisme, beberapa orang berpikir Muslim di negara mereka adalah bagian dari itu, tapi orang-orang ini tidak bersalah," kata Hashi.

Sementara itu, Khaled Mustafa yang berasal dari Suriah baru datang ke Selandia Baru beberapa bulan yang lalu. Ia datang untuk meninggalkan tanah airnya yang dicabik-cabik perang.

photo
Warga menulis pesan di dekat bunga yang diletakkan di depan Masjid Wellington, Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Sabtu (16/3/2019).

Ia menjadi korban teroris kulit putih yang menembaknya saat sedang shalat bersama dua putranya. Hamza yang kini meninggal dunia dan Zaid 13 tahun yang mulai pulih setelah menjalani operasi enam jam karena luka tembak.

Juru bicara Solidaritas Suriah di Selandia Baru, Ali Akil mengatakan istri dan putrinya tidak berada di lokasi kejadiaan saat penembakan terjadi. Akil mengatakan mereka sangat terkejut, sedih, dan takut.

"Mereka selamat dari kekejaman perang dan datang ke sini ke tempat yang aman hanya untuk dibunuh dengan cara yang sangat kejam, mereka mencari tempat aman, sayangnya kami tidak bisa mengklaim lagi Selandia Baru sebagai tempat aman," kata Akil.  

Korban-korban lainnya, Sayyad Milne 14 tahun, Hosne Ara Parvin 42 tahun, Husna Ahmed 45 tahun, Syed Areeb Ahmed, Farhaj Ahsan 30 tahun, Ali Elmadani, Mohammad Imran Khan, Junaid Mortara 35 tahun, Naeem Rashid 50 tahun, Talha Rashid 21 tahun dan Lilik Abdul Hamid memiliki cerita dan perjalanan masing-masing. Bagaimana mereka bisa sampai ke Selandia Baru untuk mencari kehidupan yang damai. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement