REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Ketika penembakan berlangsung, Abdul Aziz Wahabzadah sedang beribadah bersama empat anaknya di Masjid Linwood di Christchurch, Selandia Baru. Wahabzadah mengatakan ia berlari keluar begitu mendengar tembakan.
Ia kemudian mengambil sebuah mesin pembaca kartu kredit dan berhadapan langsung dengan pria berpakaian tentara yang membawa senjata dan kamera. Untuk mengalihkan perhatian penembak itu dari masjid, Wahabzadah pun melemparkan mesin pembaca kartu kredit itu.
“Aku hanya ingin menakutinya sehingga dia tak masuk, sayangnya, penembaknya berhasil masuk,” kata Wahabzadah seperti dilansir WTKR, Senin (18/3).
Mesin pembaca kartu kredit itu mengenai penembak yang kemudian berlari ke tempat parkir dan menembaki Wahabzadah. Penembak itu kemudian menjatuhkan pistol pertama, yang digambarkan Wahabzadah sebagai senapan, dan penembak itu mulai menembak untuk kedua kalinya.
Namun, pria bersenjata itu tak bisa memperoleh sudut pandang yang baik pada Wahabzadah sebab ia merunduk diantara mobil dan pagar. Wahabzadah pun mengambil senjata yang dijatuhkan ketika pelaku pergi ke mobilnya. Ia kemudian berlari mengejar pria itu dan mencoba menarik pelatuk senjata, namun gagal lantaran pistol itu kosong.
“Ketika dia melihat saya mengejar dengan pistol, dia duduk di mobilnya dan saya baru saja mengambil pistol dan melemparkannya ke jendela (mobilnya) seperti panah dan menghancurkan jendelanya. Dia pikir mungkin saya menembakan sesuatu dan dia pun pergi,” kata Wahabzadah, dilansir di BBC.
Wahabzadah tak berhenti di situ. Dia terus mengejar penembak yang melakukan putar balik untuk melarikan diri. Saat itulah Wahabzadah mengatakan dirinya kembali ke masjid dan mendapati dampak kebrutalan yang terjadi.
“Aku berjanji padamu aku tidak takut atau apa pun. Saya melakukan pekerjaan saya. Jika ada orang di sana dalam situasi itu, mereka akan melakukan hal yang sama seperti saya,” kata Wahabzadah.
Wahabzadah berasal dari Afghanistan. Ia telah tinggal di Selandia Baru lebih dari dua tahun. Sebelum pindah, dia mengatakan dia pernah tinggal di Australia selama 27 tahun sebagai pengungsi. Wahabzadah mengatakan setelah melihat rasialisme di Australia, ia pindah ke Selandia Baru karena itu adalah negara yang damai.
Sebanyak tujuh orang tewas di masjid Linwood. Sebanyak 41 lainnya meninggal di Masjid Al Noor. Tak kurang dari 50 orang tewas akibat penembakan massal pada Jumat lalu.
Imam di Linwood, Latef Alabi mengatakan bahwa jika bukan karena tindakan Wahabzadah jumlah korban tewas akan lebih tinggi. “Tuhan menyelamatkan semua orang,” katanya.
Pelaku penembakan yakni Brenton Tarrant berusia 28 tahun dari Australia. Dia telah didakwa dengan tuduhan pembunuhan dan akan menghadapi dakwaan tambahan. Dia telah dipindahkan ke Pengadilan Tinggi untuk disidangkan kembali pada 5 April.