Selasa 19 Mar 2019 06:16 WIB

Kisah Sayyad Milne, Remaja yang Syahid di Christchurch

Sayyad berada di Masjid Al Noor bersama ibu dan teman-temannya saat penembakan.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Seorang siswa memegang lilin saat peringatan untuk mengenang korban penembakan di luar Masjid Al Noor di Christchurch, Selandia Baru, Senin (18/3/2019).
Foto: AP/Vincent Thian
Seorang siswa memegang lilin saat peringatan untuk mengenang korban penembakan di luar Masjid Al Noor di Christchurch, Selandia Baru, Senin (18/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- John Milne begitu kehilangan putranya Sayyad Milne yang menjadi salah satu korban dalam penembakan masal di masjid Al Noor, Christchurch, Selandia Baru. Dengan air mata, Milne menyebut anaknya sebagai prajurit kecil yang pemberani.

Sayyad adalah siswa kelas 10 di sekolah menengah Cashmere yang berada di masjid Al Noor bersama ibu dan teman-temannya ketika serangan itu terjadi. Saban Jumat ia datang ke masiid itu.

Baca Juga

“Saya kehilangan anak lelaki saya, dia baru berusia 14 tahun. Saya belum mendengar secara resmi bahwa dia sebenarnya sudah meninggal tapi saya tahu dia sudah meninggal karena dia terlihat,” kata Milne seperti dilansir New Zealand Herald, Senin (18/3).

Milne merasa terbantu dengan kehadiran orang-orang. Ia mengungkapkan dirinya hampir kehilangan putranya itu ketika masih bayi. Berbagai perjuangan telah dihadapi putranya itu.

“Seorang prajurit kecil pemberani, sangat sulit melihatnya ditembaki oleh seseorang yang tak peduli dengan siapa pun atau apa pun, aku tahu dimana dia berada. Aku tahu dia dalam damai,” katanya.

Ia pun mengungkapkan serangan itu telah menghancurkan segalanya. Meski sulit untuk menerima, namun jelas Milner adanya dukungan dari banyak orang membuatnya bangkit.  Ia percaya kota itu akan kembali bangkit, menjadi simbol setelah mendapat pukulan bertubi-tubi.

Biasanya putra Milne yang lainnya pergi ke masjid itu, namun pada waktu itu sedang dalam perjalanan ke sekolah. Sementara kakaknya sedang berada di sekolah ketika serangan itu terjadi.

Sayyad adalah satu dari tujuh orang yang tewas di masjid itu. Sebanyak tiga siswa menengah Cashmere terbunuh dan mengalami luka dalam serangan teroris Jumat lalu.

Hamzah Mustafa, siswa kelas 12 bersama ayahnya Khaled juga terbunuh dalam serangan itu. Sementara adik Hamza dirawat di Rumah Sakit Christchurch karena luka tembak di kakinya.

“Sayyad adalah anak yang luar biasa ia memiliki  perhatian yang baik, hati yang besar, senyum yang manis dan rambut yang tebak. Dia menyukai sepakbola dan futsal dan merupakan penjaga gawang  yang ulung,” kata Kepala sekolah, Mark Wilson.

Wilson mengungkapkan Sayyad sedang belajar keras dan berencana menjadi seorang arsitek atau insinyur. Teman-temannya di sekolah dalam keadaan terpukul sejak serangan itu. Wilson pun bangga dengan murid-muridnya menanggapi tragedi itu. Ia berpesan agar siswanya menunjukan cinta kasih, sebab dia yakin kebencian tak akan pernah menang.

“Dalam situasi ini sangat mudah diliputi kebencian, kegilaan, kegelapan. Pesan yang kami tekankan adalah hal terbaik yang dapat Anda lakukan yakni sebaliknya dengan menunjukkan cahaya, menunjukkan cinta, dan itu dapat dilakukan dalam hal paling sederhana yaitu menunjukkan senyum kepada seseorang,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement