REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Theresa May meminta menunda Brexit hingga 30 Juni, Rabu (20/3). Hal ini bertepatan 1.000 hari setelah Inggris memilih meninggalkan dari Uni Eropa, dan sembilan hari sebelum dijadwalkan keluar.
Dalam pernyataan yang disiarkan televisi, May berbagi rasa frustrasi yang dirasakan oleh banyak warga Inggris. Mereka telah memiliki cukup banyak debat dan pertikaian Brexit yang tak berkesudahan.
May menyalahkan Parlemen atas kebuntuan yang terjadi. Ia memperingatkan, jika anggota parlemen tidak mendukung kesepakatannya, itu akan menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada kepercayaan publik.
"Sudah saatnya kita membuat keputusan," kata May.
Para pemimpin Uni Eropa cukup jengkel dengan drama Brexit di Inggris. Mereka hanya akan memberikan perpanjangan, jika May dapat memenangkan persetujuan Parlemen Inggris pekan depan untuk kesepakatan Brexit yang dua kali ditolak. Kalau tidak, Inggris menghadapi kekacauan karena tidak ada kesepakatan dari blok dalam beberapa hari.
May telah menghabiskan 2,5 tahun mencoba memimpin Inggris keluar dari UE. Ia mengatakan, ini menjadi masalah penyesalan pribadi karena dia harus mencari penundaan Brexit.
Dalam sepucuk surat kepada Presiden Dewan Eropa Donald Tusk, May mengaku proses Brexit jelas tidak akan selesai sebelum 29 Maret 2019. Tanggal tersebut telah ditetapkan dalam undang-undang dua tahun lalu untuk kepergian Inggris.
May meminta menunda Brexit sampai 30 Juni. Ia akan mengemukakan alasannya kepada para pemimpin Uni Eropa pada pertemuan puncak di Brussels pada Kamis. Rencana besarnya merupakan mengadakan pemungutan suara ketiga di Parlemen atas kesepakatannya pekan depan. Kemudian menggunakan ekstensi yang diberikan UE untuk mengesahkan undang-undang yang diperlukan untuk keberangkatan teratur dari UE.
"Sebagai perdana menteri saya tidak siap menunda Brexit lebih jauh dari 30 Juni," ujar May mengatakan kepada House of Commons.
Tusk mengungkapkan, ia pikir penundaan singkat untuk Brexit akan mungkin terjadi. Tetapi itu akan tergantung pada pemungutan suara positif pada perjanjian di House of Commons. Permintaan May, dan tanggapan Tusk membuat Inggris, dan blok menghadapi ketidakpastian Brexit hingga batas waktu keberangkatan. Penarikan tanpa kesepakatan dapat berarti gangguan besar bagi bisnis dan penduduk AS, serta mereka yang berada di 27 negara UE yang tersisa.
"Bahkan jika harapan untuk keberhasilan akhir mungkin tampak lemah, bahkan ilusi, dan meskipun kelelahan Brexit semakin terlihat dan dibenarkan, kami tidak bisa menyerah untuk mencari sampai saat terakhir solusi yang positif," kata Tusk di Brussels.