REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Tim Super Rugby Crusaders yang bermarkas tak jauh dari Christchurch sedang berdiskusi tentang kemungkinan perubahan nama setelah serangan teroris di dua masjid pekan lalu. Crusaders berarti Tentara Salib.
Pada Ahad, dua hari setelah aksi penembakan di dua masjid yang menewaskan 50 orang dan puluhan lainnya terluka, Direktur Eksekuitif Crusaders Colin Mansbridge mengatakan adanya pembicaraan tentang nama tim yang bermakna tentara salib itu.
Klub yang berbasis di Canterbury itu berusaha mendalami masalah ini pada waktu yang pas. Klub menyatakan mereka memahami kekhawatiran yang muncul tentang nama Tentara Salib yang bagi mereka adalah cerminan dari semangat Perang Salib dari masyarakat.
"Yang kami perjuangkan adalah kebalikan. Apa yang terjadi di Christchurch pada Jumat; perang salib kami adalah satunya untuk perdamaian, persatuan, inklusivitas dan semangat komunitas," ujar pernyataan klub.
Pada Selasa, Menteri Olahraga dan Rekreasi Selandia Baru Grant Robertson mengatakan ia mengetahu pembicaraan sedang berlangsung antara klub dan komunitas Muslim. "Jelas ini adalah masalah besar di Canterbury. Tentara Salib adalah nama dan merek yang mapan," katanya.
Crusaders telah memboyong sembilan gelar juara Super Rugby. "Saya pikir adalah tindakan yang bertanggung jawab untuk melakukan percakapan itu sekarang," katanya
Selasa malam, klub merilis video di halaman Facebook mereka dimana pelatih Scott Robertson dan pemain Kieran Read dan Sam Whitelock berbicara tentang masalah ini. "Saya hanya berpikir saat ini masalah itu lebih besar daripada rugby," kata Whitelock.
"Kami hanya berusaha memastikan kami mengambil waktu yang tepat dan memastikan kami bersikap penuh hormat dan keputusan itu akan terjadi pada waktunya, tetapi saat ini kami hanya berusaha memberi ruang bagi semua pihak. Hal-hal itu [keputusan] akan terjadi di masa depan ketika waktunya paling pas," ujarnya
Robertson mengatakan Crusaders hanya ingin melakukan hal yang benar seputar nama tim. "Yang kami lakukan adalah bermain rugby, kami klub rugby," katanya.
"[Tentang] asosiasi nama, kami ingin melalui proses. Kami ingin membiarkan orang berduka, kami ingin memastikan bahwa mereka punya waktu, dan kami datang ke orang-orang yang dapat mewakili mereka [umat Muslim] mendapatkan informasi yang kami butuhkan untuk membuat keputusan besar dan melakukan hal yang benar," ujarnya.
Mayoritas komentar dari penggemar di video meminta Crusaders tidak mengubah nama. Namun serangkaian opini di media Selandia Baru telah menyerukan nama baru setelah serangan itu.
Nama yang sukses, tetapi sejarah yang sulit
Didirikan pada tahun 1996 sebagai Canterbury Crusaders, tim ini mewakili sejumlah perkumpulan rugby di bagian atas South Island Selandia Baru dan mengubah namanya menjadi Crusaders pada awal musim Super Rugby 2000. Sisi yang paling sukses dalam sejarah Super Rugby, dengan sembilan gelar, markas Crusaders hanya berjarak beberapa kilometer dari Masjid Al Noor tempat insiden terorisme.
Logo tim menampilkan ksatria berbaju zirah yang mengacungkan pedang. Bajunya dihiasi dengan salib yang mirip dengan yang dipakai tentara pada Perang Salib.
Biasanya penunggang kuda berkostum baju zirah masuk ke lapangan sebelum pertandingan di kandang klub. Perang Salib adalah serangkaian perang agama dan politik yang terjadi antara pasukan Kristen dan Muslim di abad ke-11 dan ke-13 untuk merebut kembali Yerusalem.
Pelaku serangan penembakan massal mengikutsertakan referensi ke Perang Salib dalam manifestonya dan mencetak nama-nama pimpinan Tentara Salib pada senjata yang ia gunakan dalam serangan itu. Pensiunan profesor studi agama Peter Lineham mengatakan kepada Radio New Zealand Perang Salib adalah momen paling buruk dalam hubungan antara Kristen dan Muslim.
"Terutama di Yerusalem ketika mereka [Tentara Salib] tiba pada 1099. Kisah-kisah mengerikan dari serangan berdarah mereka telah meninggalkan tanda yang tak terlupakan dalam sejarah dunia," kata Lineham
Ia menambahkan nama itu selalu menyiratkan serangan untuk menguasai dan mengendalikan pihak lain."Itu mungkin cara rugby ingin melihat dirinya sendiri, tetapi kekerasan yang pasti bukan tentang rugby," ujarnya.