Jumat 22 Mar 2019 09:55 WIB

Dalam Perang, Air Kotor Lebih Berbahaya Bagi Anak-Anak

Anak yang rentan adalah anak yang berusia di bawah lima tahun.

Seorang ayah memberi air kepada anaknya yang mengalami kekurangan gizi di sebuah rumah sakit di Yaman. (AP: Hani Mohammed)
Foto: ABC News
Seorang ayah memberi air kepada anaknya yang mengalami kekurangan gizi di sebuah rumah sakit di Yaman. (AP: Hani Mohammed)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun hampir tiga kali lebih mungkin meninggal akibat penyakit karena kekurangan air bersih dan layanan kesehatan di negara yang dirongrong konflik. Dana Anak PBB (UNICEF), Jumat (22/3), mengatakan orang yang rentan adalah anak yang berusia di bawah lima tahun.

Mereka 20 kali lebih mungkin untuk meninggal akibat penyakit ketimbang kekerasan. Dalam laporan yang disiarkan bertepatan dengan Hari Air Dunia, secara khusus, anak-anak meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan diare, seperti kolera karena konflik membatasi akses ke air bersih.

Baca Juga

Penelitian tersebut menyoroti konsekuensi kesehatan mengenai air yang tidak aman dan kebersihan buat anak-anak di 16 negara yang dilanda konflik, termasuk Myanmar, Afghanistan dan Yaman. UNICEF, dengan mengutip data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), melaporkan 85 ribu kematian akibat diare gara-gara kondisi kebersihan, kesehatan dan air yang buruk pada anak-anak dari 2014 sampai 2016, dibandingkan dengan kurang dari 31.000 kematian akibat kekerasan.

"Itu tidak mengejutkan. Mereka seringkali menghadapi risiko yang lebih besar, terutama anak kecil yang belum memiliki kekebalan terhadap bakteri yang bisa mengakibatkan penyakit diare," kata Penasehat bagi Obat Tropis di organisasi medis Medecins Sans Frontieres, Tomas Jensen kepada Thomson Reuters Foundation.

Pusat AS bagi Pemantauan dan Pencegahan Penyakit AS mengatakan penyakit yang berkaitan dengan diare adalah penyebab kedua kematian pada semua anak yang berusia lima tahun, penyakit yang menguras cairan tubuh dan mengakibatkan dehidrasi. Orang yang sangat rentan terhadap dehidrasi adalah anak kecil dan bayi, yang kehilangan cairan tubuh lebih cepat dan kurang bisa mengkomunikasikan keperluan mereka.

Dalam kondisi konflik, perjalanan ke sumber air mungkin berisiko ditembak atau diserang secara seksual. Air mungkin jadi tercemar, dan sumbernya rusak atau warga mungkin tak memiliki akses.

Di Yaman, yang menghadapi wabah kolera paling buruk dalam sejarah modern, sepertiga kasus adalah anak yang berusia di bawah lima tahun. Laporan UNICEF mencatat sedikit pengecualian, dan mengatakan anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun di Irak dan Suriah lebih mungkin meninggal akibat kekerasan, seperti anak-anak yang berusia di bawah lima tahun di Suriah dan Libya. Metode perang di negara itu, seperti pengeboman udara terhadap daerah kota, ranjau dara dan bom yang tidak meledak membuat anak-anak menghadapi risiko tinggi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement