REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Dua petisi telah dimulai agar Perdana Menteri Jacinda Ardern dinominasikan untuk Penghargaan Nobel Perdamaian atas upayanya menangani penembakan Masjid Christchurch. Petisi Change.org yang dimulai empat hari lalu memiliki lebih dari 3.000 tanda tangan, sementara petisi di laman Prancis AVAAZ.org memiliki lebih dari 1.000 tanda tangan.
"Menyusul peristiwa tragis Christchurch dan respons yang memadai, terbuka dan damai dari Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, kami ingin mengusulkan dia sebagai penerima Penghargaan Nobel Perdamaian yang akan datang," kata situs Perancis tersebut, dilansir di NZ Herald, Sabtu (23/3).
Diyakini, petisi Perancis ini dimulai oleh penyair Perancis Dr Khal Torabully. Ardern telah dipuji di seluruh dunia untuk cara dia memimpin negara melalui peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya pada pekan lalu.
Sebagai pengakuan atas aksinya, Burj Khalifa di Dubai diterangi dengan foto dirinya dalam jilbab yang memeluk seorang wanita Muslim. Sebuah posting Twitter dari Emir Dubai, Sheikh Mohammed, mengucapkan terima kasih atas empati dan dukungan tulusnya dan mengatakan dia telah mendapatkan rasa hormat dari 1,5 miliar muslim di seluruh dunia. Editorial New York Times pada Jumat malam juga memuji Ardern.
Setelah serangan teror Jumat lalu di dua masjid yang menewaskan 50 orang, tindakan Ardern dengan cepat bergerak untuk melarang senjata semi-otomatis serta respons simpatiknya terhadap komunitas Muslim telah menarik perhatian dunia. Editorial Times berjudul 'Amerika Berhak Mendapatkan Pemimpin Sebagus Jacinda Ardern' mengatakan "dunia harus belajar dari cara Jacinda Ardern, perdana menteri Selandia Baru, merespons kengerian itu."
Secara khusus, penanganan Ardern terhadap isu-isu seputar kontrol senjata telah mendapatkan respons baik dari dewan redaksi surat kabar itu. "Ardern mendengarkan kemarahan rakyatnya dan menyatakan bahwa dalam beberapa hari pemerintahnya akan memperkenalkan kontrol baru pada senjata gaya militer yang digunakan oleh penembak Christchurch dan banyak pembunuh massal di Amerika Serikat gunakan," kata editorial itu.
"Dan dia menyampaikan ... 'Ini tentang kita semua,' katanya, 'ini untuk kepentingan nasional dan ini tentang keselamatan'."