REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Dua pesawat angkatan udara Rusia dilaporkan mendarat di bandara utama Venezuela, membawa seorang pejabat pertahanan Rusia pada Sabtu (23/3) waktu setempat. Dua pesawat itu juga mengangkut sekitar 100 tentara.
Dilaporkan seorang wartawan lokal, hal itu terjadi di tengah memperkuat hubungan antara Caracas dan Moskow. Berdasarkan situs web pelacakan penerbangan, dua pesawat itu diberangkatkan dari bandara militer Rusia menuju Caracas pada Jumat (22/3). Situs pelacakan penerbangan lainnya, dilansir di Reuters, Ahad (25/3), menunjukkan, satu pesawat meninggalkan Caracas pada Ahad waktu setempat.
Laporan itu muncul tiga bulan setelah kedua negara mengadakan latihan militer di tanah Venezuela. Latihan militer itu disebut oleh Presiden Nicolas Maduro sebagai tanda memperkuat hubungan. Washington pun mengkritiknya sebagai perambahan Rusia di wilayah tersebut.
Pesawat pertama dari dua pesawat itu, membawa Vasily Tonkoshkurov, kepala staf pasukan darat. Sementara pesawat kedua adalah pesawat kargo yang membawa 35 ton bahan. Demikian laporan reporter Javier Mayorca yang menulis di Twitter pada Sabtu waktu setempat.
Lebih rinci, menurut situs pelacakan penerbangan Flightradar24, pesawat-pesawat itu merupakan sebuah jet penumpang Ilyushin IL-62 dan pesawat kargo militer Antonov AN-124 berangkat ke Caracas pada Jumat dari bandara militer Rusia Chkalovsky. Keduanya sempat berhenti di Suriah.
Lalu menurut Adsbexchange, situs pelacakan penerbangan lainnya, pesawat kargo meninggalkan Caracas pada Ahad. Seorang saksi mata dari Reuters juga melihat apa yang tampak sebagai jet penumpang di Bandara Maiquetia pada Ahad.
Namun, alasan mengapa pesawat datang ke Venezuela masih belum terkonfirmasi. Kementerian Informasi Venezuela belum merespons terkait hal ini.
Kementerian Pertahanan Rusia dan Kementerian Luar Negeri Venezuela pun tidak merespons permintaan Reuters berkomentar mengenai hal ini. Begitupun juga juru bicara Kremlin.
Pemerintah AS yang dipimpin oleh Presiden Trump telah mengenakan sanksi yang melumpuhkan pada industri minyak negara OPEC. Hal itu dalam upaya untuk mendorong Maduro dari kekuasaan dan telah meminta para pemimpin militer Venezuela untuk meninggalkannya. Maduro mengecam sanksi itu sebagai intervensi AS dan telah memenangkan dukungan diplomatik dari Rusia dan China.