Senin 25 Mar 2019 15:10 WIB

Meneladan Solidaritas Perdana Menteri Selandia Baru

Jacinda Ardern memberikan teladan solidaritas dan perlindungan terhadap minoritas.

Red: Nur Aini
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, bertemu dengan anggota komunitas Muslim setelah penembakan massal di dua masjid Christchurch, Selandia Baru, 16 Maret 2019.
Foto: EPA/EFE/Boris Jancic
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, bertemu dengan anggota komunitas Muslim setelah penembakan massal di dua masjid Christchurch, Selandia Baru, 16 Maret 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Gambar Jacinda Ardern memakai kerudung dan memeluk seorang perempuan Muslim dengan kata "Salam" dalam tulisan Arab dan "Peace" diproyeksikan ke gedung tertinggi di dunia, Burj Khalifa di Dubai, Jumat malam (23/03).

Perdana Menteri sekaligus Wakil Presiden Uni Emirat Arab Mohammed Bin Rashid Al Maktoum mengunggah foto dari proyeksi cahaya tersebut di akun resmi Twitternya.

Baca Juga

"Terima kasih PM @jacindaardern dan Selandia Baru untuk empati dan dukungan Anda yang tulus dan telah mendapat rasa hormat dari 1,5 miliar Muslim setelah serangan teroris yang mengejutkan komunitas Muslim di seluruh dunia," ujarnya di akun Twitter pribadinya.

Sikap dan cara PM Ardern berupaya menyatukan warga Selandia Baru setelah aksi teror di masjid Christchurch mendapat pujian dan acungan jempol tidak hanya dari komunitas Muslim. Beberapa warga Australia, misalnya menyampaikan rasa ikut bangga dengan pemimpin di negara tetangganya dengan mengatakan, "andaikan perdana menteri kami seperti Ardern."

Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru Tantowi Yahya juga ikut memuji PM Ardern dengan menyebutnya sebagai wajah baru pemimpin muda dunia.

"Ia memiliki sosok kepemimpinan yang sangat kuat, sangat berempati, dan ramah terhadap dunia, khususnya masyarakat Muslim," ujar Tantowi Yahya.

Tantowi memuji keberanian PM Ardern yang dalam waktu cepat menyebut pelaku sebagai "teroris" dan serangannya sebagai "aksi teror", sehingga membuktikan pada dunia bahwa teroris tidak memiliki agama.

"Ini jarang sekali dilakukan pemimpin-pemimpin di negara barat, terutama jika pelakunya adalah orang berkulit putih," kata Tantowi saat dihubungi Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.

Keputusan PM Ardern untuk segera mengamandemen undang-undang kepemilikan senjata api juga mendapat acungan jempol dari Tantowi.

50 jemaah tewas dalam serangan penembakan yang dilakukan seorang warga Australia di sebuah masjid di kota kecil Chirstchruch, Selandia Baru sesaat sebelum shalat Jumat dimulai (15/03) dan pelaku sempat menyiarkan aksinya secara langsung melalui jejaring sosial. Termasuk korban tewas adalah warga negara Indonesia, Lilik Abdul Hamid, sementara dua WNI lainnya seorang ayah dan anaknya, Zulfirmansyah dan Mohammad Raid mengalami luka tembak dan sempat dirawat di rumah sakit.

Solidaritas dan perlindungan warga minoritas

Dalam buku duka nasional Selandia Baru, PM Ardern menyampaikan belasungkawa bagi para korban serangan teror dengan menuliskannya, "kita berduka bersama, kita satu, mereka adalah kita."

Pernyataan tersebut langsung mendapat sambutan dari jutaan warga Selandia Baru dan negara lainnya, termasuk Australia dan menjadikan #WeAreOne dan #TheyAreUs menjadi trending di Twitter dan Instagram.

Warga lokal langsung berbondong-bondong mengunjungi lokasi kejadian, yakni Masjid Al Noor untuk menyampaikan rasa duka dan dukungan dengan rangkaian bunga dan kartu ucapan. Begitu pula di Australia Australia, termasuk Masjid Westall yang dikelola komunitas Muslim Indonesia di negara bagian Victoria mendapat kunjungan lebih dari 300 warga lokal, dua hari setelah aksi teror di Christchurch.

Tepat seminggu setelah insiden mematikan tersebut, untuk pertama kalinya adzan dan shalat Jumat disiarkan langsung di radio dan televisi nasional Selandia Baru, termasuk di Australia oleh ABC News. Shalat Jumat (22/03) digelar di halaman dekat Masjid Al Noor dan dihadiri dan disaksikan oleh warga Selandia Baru dari berbagai latar belakang dan kepercayaan.

PM Ardern dalam sambutannya mengutip salah satu hadis soal kesatuan dan rasa sakit yang ditanggung bersama-sama.

Di hari yang bersamaan juga sejumlah perempuan Selandia Baru memilih untuk menggunakan kerudung sebagai rasa solidaritas dan menyebutnya sebagai "National Scarf Day" , termasuk pembawa acara perempuan di televisi.

Tantowi Yahya mengatakan Selandia Baru memang dikenal sangat toleran dan sangat terbuka terhadap pendatang, dengan lebih dari 200 suku bangsa dan puluhan agama dan kepercayaan.

"Adanya aksi yang dilakukan oleh warga asing ini membuat Selandia Baru bangkit untuk kembali menunjukkan ciri mereka sebagai bangsa yang pluralis, cinta damai, harmonis, dan menjunjung toleransi," ujar Tantowi.

Tantowi yang sudah tinggal dua tahun di Selandia Baru mengatakan warga Selandia Baru memang mengerjakan apa yang mereka ucapkan, bukan sekadar retorika.

"Ini yang mungkin berbeda dengan bangsa kita yang kadang tidak konsekuen, tidak linear antara apa yang diucapkan dengan yang dikerjakan."

Dari data terbaru ditemukan lebih dari 41 persen warga Selandia Baru mengaku tidak menganut agama, tetapi Tantowi mengatakan apa yang mereka lakukan adalah perilaku layaknya orang yang beragama.

"Sehingga tidak berlebihan jika disebutkan dalam sebuah survei Selandia Baru sebagai penduduk yang justru paling Islami itu menjadi benar," ujar Tantowi merujuk pada aksi solidaritas yang ditujukan warga Selandia Baru kepada warga minoritas.

Tantowi tetap optimistis jika Indonesia dengan keberagamannya pun bisa tetap menjalankan kerukunan dengan baik, meski akhir-akhir terasa dimanfaatkan oleh kepentingan politik.

"Yang dibutuhkan itu adalah ajakan untuk kembali ke bangsa Indonesia seperti dulu dan kita berharap ada sosok pemimpin yang akan mampu menegakkan persatuan dan kesatuan kita lagi ," katanya.

Ikuti berita-berita lainnya dari ABC Indonesia.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2019-03-25/pujian-dunia-untuk-sosok-kepemimpinan-pm-selandia-baru/10936604
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement