Jumat 29 Mar 2019 10:49 WIB

Pesan Persatuan dalam Peringatan Tragedi Christchurch

Puluhan ribu warga menghadiri perkabungan nasional bagi korban teror di Christchurch.

Red: Nur Aini
CHRISTCHURCH. Orang-orang berkumpul di Haley Park untuk melaksanakan March for Love sebagai penghormatan pada korban terorisme di Christchurch, Selandia Baru, Sabtu (23/3) waktu setempat.
Foto: AP Photo/Mark Baker
CHRISTCHURCH. Orang-orang berkumpul di Haley Park untuk melaksanakan March for Love sebagai penghormatan pada korban terorisme di Christchurch, Selandia Baru, Sabtu (23/3) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Selandia Baru menggelar perkabungan nasional bagi korban serangan teror di Christchurch, Jumat (29/3), dua pekan setelah peristiwa yang menewaskan 50 orang dan melukai pulahan lainnya. Pesan kuat dalam bahasa setempat "Ko Tatou, Tatou" - yang berarti Kita Satu, sangat terasa mewarnai suasana.

Puluhan ribu warga berbaur dengan pejabat untuk menunjukkan empati dan solidaritas mereka pada para penyintas dan kerabat keluarga korban di lapangan Hagley Park yang tak jauh dari lokasi Masjid Al Noor.

Baca Juga

Wali Kota Christchurch Lianne Dalziel dengan suara tegar menyampaikan terima kasihnya kepada semua pihak yang turut bersimpati pada kesedihan yang dialami kotanya.

"Terima kasih telah membantu memulihkan keyakinan kita semua pada kemanusiaan," kata Wali Kota Dalziel dalam acara yang disiarkan langsung stasiun TV setempat.

Penyanyi asal Inggris Yusuf Islam (Cat Stevens) tampil membawakan lagunya yang terkenal Peace Train. Selain itu, tampil juga penyanyi Selandia Baru Marlon Williams, Maisey Rika, Hollie Smith dan Teeks.

Tatkala Maisey Rika membawakan lagu kebangsaan Tuhan Lindungi Selandia Baru dalam Bahasa Maori dan Inggris, tampak hadirin berdiri dan turut menyanyikannnya dengan mata berkaca-kaca.

Begitu pula saat nama-nama 50 korban dibacakan satu persatu, sebagian orang tak kuasa lagi menahan air mata. Mereka saling menggenggam tangan untuk menguatkan satu sama lain.

Salah satu penyintas serangan teror di Masjid Al Noor, Farid Ahmed, di depan hadirin menyatakan dirinya telah memaafkan pelaku, meski istrinya tewas dalam serangan itu.

"Saya menginginkan hati yang penuh cinta, kasih, dan memaafkan. HatI ini tidak ingin kehilangan nyawa lagi," katanya seraya meletakkan tangan di dadanya.

"Itulah sebabnya saya memilih damai, saya memilih cinta, dan saya telah memaafkannya," ujarnya.

Perkabungan yang dipusatkan di Christchurch ini juga ditayangkan langsung melalui layar lebar di berbagai kota lainnya seperti Auckland, Wellington, dan Dunedin.

Di sejumlah kota kecil lainnya, rencana kegiatan serupa telah dibatalkan atas pertimbangan keamanan, seperti di Ngāruawāhia; Gore; Queenstown; Wanaka; dan Far North.

Menurut Wali kota Gore, Tracy Hicks, pihak kepolisian menyatakan mereka kekurangan personal untuk mengamankan acara.

Perdana Menteri Jacinda Ardern kembali menujukkan kualitas kepemimpinannya dalam perkabungan itu. Dia menyatakan kita semua punya kekuatan, lewat kata-kata, tindakan dan perbuatan sehari-hari untuk memerangi ekstrEmisme dan rasisme.

"Kita berkumpul di sini 14 hari setelah hari lain kelam bagi kita dan kita menemukan diri kehilangan kata-kata," katanya.

"Kata-kata apa yang bisa mengungkapkan rasa sakit dan penderitaan 50 pria, wanita, dan anak-anak yang tewas? Dan begitu banyak korban luka lainnya," ujar PM Ardern.

"Kata-kata apa yang bisa mewakili kesedihan masyarakat Muslim yang jadi sasaran kebencian dan kekerasan?"

"Kata-kata apa yang bisa mengungkapkan kesedihan sebuah kota yang mengalami begitu duka begitu berat?"

"Saya datang kemari dan disambut dengan salam sederhana: As-salāmu alaikum, damai untukmu," ujar PM Ardern.

"Itu adalah kata-kata yang diucapkan oleh masyarakat yang menghadapi kebencian dan kekerasan, masyarakat yang sebenarnya berhak mengekspresikan kemarahan, tapi malah membukakan pintu bagi kita semua untuk berduka bersama mereka."

Dalam kesempatan itu, PM Ardern juga menyinggung mengenai empati yang ditunjukkan John Sato, kakek berusia 95 tahun, yang harus ganti bus empat kali demi ikut demo antirasis.

PM Ardern juga menyerukan negara-negara lain turut mengambil peran untuk mengakhiri ekstremisme.

"Kita tidak bisa menghadapi hal ini sendirian. Jawabannya ada pada jiwa kemanusiaan kita," katanya.

Berikut nama 50 korban tewas serangan teror di Christchurch:

Ahmed Gamal Eldin Mohamed Abdel Ghany, Osama Adnan Yousef Abukwaik, Husna Ahmed, Syed Areeb Ahmed, Farhaj Ahsan, Mohsen Mohammed Al-Harbi, Ashraf Ali, Ashraf Ali, Syed Jahandad Ali, Ansi Karippakulam Alibava.

Hussein Al-Umari, Linda Susan Armstrong, Muse Nur Awale, Zakaria Bhuiya, Kamel Moh’d Kamal Kamel Darwish, Ata Mohammad Ata Elayyan, Ali Mah’d Abdullah Elmadani, Abdukadir Elmi, Mohammad Omar Faruk, Mucaad Ibrahim.

Junaid Ismail, Amjad Kasem Hamid, Lilik Abdul Hamid, MD Mojammel Hoq, Ozair Kadir, Mohammed Imran Khan, Maheboob Allarakha Khokhar, Haroon Mahmood, Sayyad Ahmad Milne, Mohamad Moosid Mohamedhosen.

Muhammad Haziq Mohd-Tarmizi, Hussein, Mohamed Khalil Moustafa, Haji Mohemmed Daoud Nabi, Tariq Rashid Omar, Musa Vali Suleman Patel, Abdelfattah Qasem, Ashraf El-Moursy Ragheb, Matiullah Safi, Muhammad Abdus Samad, Muhammad Suhail Shahid.

Mounir Soliman, Khaled Mwafak Alhaj-Mustafa, Hamza Khaled Alhaj-Mustafa, Ghulam Hussain, KaramBibi, Mohammad Zeshan Raza, Naeem Rashid, Talha Naeem, Arif Mohamedali Vohra, Ramiz Arifbhai Vohra.

Ikuti berita menarik lainnya dari ABC Indonesia.

 

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2019-03-29/selandia-baru-gelar-perkabungan-nasional/10952144
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement