Jumat 29 Mar 2019 15:17 WIB

Karena Mutasi Gen, Wanita Ini tidak Rasakan Nyeri

Bila mengalami sakit, dia lebih cepat sembuh dibandingkan kebanyakan orang.

Jo Cameron memiliki mutasi gen langka yang membuat dia merasa sakit lebih sedikit dan sembuh lebih cepat dibandingkan orang pada umumnya.
Foto: The Guardian/Mark Pinder
Jo Cameron memiliki mutasi gen langka yang membuat dia merasa sakit lebih sedikit dan sembuh lebih cepat dibandingkan orang pada umumnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jo Cameron adalah seorang perempuan berusia 71 tahun yang tinggal di Inverness Skotlandia. Hal yang membedakan Cameron dengan orang lain adalah dalam kehidupan sehari-hari dia sering tidak merasa sakit walau misalnya ada bagian tubuhnya yang mengalami cedera.

Bila mengalami sakit, dia lebih cepat sembuh dibandingkan kebanyakan orang. Ia juga tidak mengalami rasa takut atau kecemasan berlebihan seperti yang dialami orang lain.

Baca Juga

Sekarang para ilmuwan menemukan ini disebabkan karena di dalam tubuh Cameron terjadi mutasi gen sehingga apa yang dirasakannya berbeda dengan kebanyakan orang lain. Ketika berusia 65 tahun, Jo Cameron harus menjalani operasi karena cedera serius di tangannya.

Para dokter yang menanganinya baru menyadari selama ini Cameron tidak pernah menggunakan obat penghilang rasa sakit sama sekali. "Ketika [dokter] menemukan saya tidak pernah meminum [obat penghilang rasa sakit], dia memeriksa riwayat medis saya dan menemukan saya tidak pernah meminta obat penghilang rasa sakit," kata Jo Cameron kepada BBC.

Karena para dokter menyadari apa yang terjadi pada Cameron adalah hal yang aneh, dia kemudian dirujuk ke ahli genetika nyeri di University College London (UCL), yang meneliti DNAnya untuk menentukan apa yang membuatnya begitu unik. Mereka kemudian menemukan adanya dua keanehan dalam susunan genetika Jo Cameron.

Pertama ada perubahan pada gen yang disebut FAAH, yang merupakan pusat pengaturan sensasi rasa sakit, suasana hati dan ingatan. Penemuan kedua lebih mengejutkan lagi para peneliti. Kondisi ini dijuluki FAAH-OUT dimana sebagian para peneliti menduga gen itu sebagai 'gen sampah' yang tidak berfungsi,

Sekarang mereka memperkirakan FAAH-OUT ini adalah gen yang mengatur tinggi rendahnya rasa sakit, suasana hati, dan ingatan dalam tubuh kita. Di dalam tubuh Cameron, gen ini bermutasi sehingga pengaturan itu tidak berjalan normal sehingga Cameron misalnya tidak merasa sakit walau kulitnya terbakar.

Kalaupun mengalami luka-luka, dia akan sembuh dengan cepat tanpa meninggalkan bekas luka. "Dia melaporkan banyak mengalami luka bakar dan luka lainnya tanpa rasa sakit, sering mencium dagingnya yang terbakar sebelum menyadari adanya luka di badannya dan luka-luka ini sembuh dengan cepat dengan sedikit atau tanpa meninggalkan bekas luka," kata laporan itu.

"Dia melaporkan pernah memakan cabai Scotch Bonnet dan tidak mengalami rasa tidak nyaman, kecuali sempat merasakan 'sensasi pedas' sesaat di mulutnya. Dia juga mengaku pernah mengalami kehilangan memori yang berlangsung lama ... dia juga melaporkan tidak pernah merasa panik, bahkan dalam situasi berbahaya atau ketakutan, seperti dalam kecelakaan lalu lintas di jalan yang terjadi baru-baru ini," ujar laporan itu

Para peneliti percaya mutasi itu mungkin diturunkan dari ayah Jo Cameron, yang juga jarang meminta obat penghilang nyeri. Hasil uji DNA tersebut yang kemudian diterbitkan dalam British Journal of Anesthesia yang mengungkapkan dua mutasi yang secara bersamaan menekan rasa sakit dan kecemasan dan di sisi lain meningkatkan rasa senang, penyembuhan luka, dan kehilangan ingatan.

Apa arti penemuan itu?

photo
James Cox mengatakan temuan ini dapat berkontribusi pada riset klinis terhadap rasa nyeri pasca operasi dan rasa gelisah. (Supplied: University College London)

Para peneliti mengatakan penemuan ini dapat membantu menyoroti peran genetika dalam manajemen nyeri. Peneliti dan percaya mungkin ada lebih banyak orang yang memiliki mutasi yang sama.

"Orang-orang dengan kepekaan yang langka terhadap rasa sakit dapat berharga untuk penelitian medis seiring dengan kita mempelajari bagaimana mutasi genetik mereka berdampak pada bagaimana mereka mengalami rasa sakit," kata peneliti utama studi tersebut, James Cox.

"Kami berharap seiring waktu, temuan kami dapat berkontribusi pada penelitian klinis untuk rasa sakit dan kecemasan pasca-operasi, dan kemungkinan nyeri kronis, PTSD dan penyembuhan luka, mungkin melibatkan teknik terapi gen. Implikasi untuk temuan ini sangat besar," kata Devjit Srivastava, penulis utama makalah ini.

"Temuan ini mengarah pada penemuan baru penghilang rasa sakit yang berpotensi menawarkan penghilang rasa sakit pasca operasi dan juga mempercepat penyembuhan luka. Kami berharap ini dapat membantu 330 juta pasien yang menjalani operasi secara global setiap tahun," katanya.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2019-03-29/alami-mutasi-gen-wanita-ini-tidak-merasa-sakit/10951398
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement