REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Masyarakat Palestina di Jalur Gaza berencana menggelar aksi demonstrasi di sepanjang perbatasan Israel pada Sabtu (30/3). Hal itu dilakukan dalam rangka memperingati satu tahun "Great March of Return".
Kelompok Hamas menyerukan agar aksi demonstrasi dilakukan dengan damai. Hamas pun mengimbau masyarakat agar selalu waspada dan berhati-hati terhadap pasukan penembak jitu Israel.
"Kami menyerukan kepada rakyat kami, terutama kaum muda, untuk berhati-hati terhadap penembak jitu musuh kriminal," kata Hamas dalam sebuah pernyataan, dikutip laman The Guardian pada Jumat (29/3).
Khalil Shahin, salah satu warga Palestina yang tinggal di kamp pengungsi Nusseirat di Gaza mengatakan akan berpartisipasi kembali dalam aksi demonstrasi di perbatasan Israel pada Sabtu. Ia memantapkan tekadnya walaupun putranya, Imad, telah tewas dalam aksi Great March of Return tahun lalu.
"Kami telah menjelaskan perjuangan Palestina kepada semua manusia, kepada seluruh dunia. Kami telah menjelaskan perjuangan kami tidak akan pernah mati," kata Shahin.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, pada Kamis (28/3), menyatakan siap melancarkan kampanye militer besar-besaran ke Gaza jika diperlukan. Hal itu dia utarakan mengingat meningkatnya eskalasi akibat perang roket antara militer Israel dan Hamas sejak awal pekan ini.
"Semua orang Israel harus tahu bahwa jika kampanye yang komprehensif diperlukan, kami akan memasukkannya dengan kuat dan aman, dan setelah kami menghabiskan semua kemungkinan lainnya," kata Netanyahu saat mengunjungi perbatasan Gaza dan bertemu dengan para komandan militer Israel.
Hal tersebut kembali ditegaskan Menteri Kabinet Keamanan Israel Arye Deri saat diwawancara radio Angkatan Darat Israel. "Militer akan menggunakan tangan yang sangat kuat terhadap siapa pun yang mencoba menghadapi pasukan kami. Jangan biarkan ada yang menyalahkan Israel setelah itu," ujarnya.
Pada Maret tahun lalu, segenap warga Palestina di Gaza berpartisipasi dalam aksi demonstrasi bertajuk Great March of Return. Mereka menuntut Israel mengembalikan lahan yang didudukinya pasca-Perang Arab-Israel tahun 1948 kepada para pengungsi Palestina.
Selain itu, massa juga menyuarakan protes dan kecaman atas keputusan Amerika Serikat (AS) merelokasi kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem. Seremoni peresmian gedung kedubes AS terjadi saat Great March of Return berlangsung.
Kendati warga Palestina di Gaza melakukan aksinya secara damai, tetapi Israel meresponsnya dengan mengambil langkah represif. Sejak hari pertama Great March of Return dilaksanakan, Tel Aviv telah menuduh aksi itu merupakan pertemuan teror yang terorganisir dan penuh kekerasan.
Israel pun berusaha membubarkan massa yang mendekat ke pagar perbatasannya. Mula-mula, mereka hanya menembakkan gas air mata. Namun, selanjutnya, Israel mengerahkan pasukan penembak jitu untuk melumpuhkan atau bahkan membunuh para demonstran.
Sebanyak 189 warga Palestina tewas sepanjang aksi Great March of Return dilaksanakan. Sementara, sekitar 6.016 lainnya mengalami luka ringan dan berat.
PBB telah menyatakan bahwa tindakan Israel terhadap para demonstran Great March of Return merupakan kejahatan perang. "Beberapa pelanggaran itu mungkin merupakan kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan dan harus segera diselidiki Israel," ujar Komisaris Kenya Betty Kaaring Murungi dalam laporan yang diterbitkan Komisi Penyelidikan Independen PBB tentang Protes di Wilayah Palestina yang Diduduki.