REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menurut laporan terbaru Washington Post, beberapa anggota tim pembunuh jurnalis Jamal Khashoggi pernah menerima pelatihan di Amerika Serikat (AS).
Khashoggi yang dikenal sebagai kritikus Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS), memasuki gedung konsulat Saudi di Istanbul pada Oktober. Dia bermaksud mendapatkan dokumen yang diperlukan tekait pernikahannya. Namun, ia dibunuh di dalam konsulat oleh tim operasi Saudi, yang disebutkan sebagai pembunuhan berencana. Hingga kini tubuhnya belum ditemukan.
Menurut laporan tersebut, tulisan David Ignatius mencakup wawancara dengan puluhan sumber AS dan Saudi yang meminta syarat anonimitas. Beberapa operasi khusus diterima anggota tim di AS. Pelatihan mungkin dilakukan oleh Tier 1 Group, sebuah perusahaan yang berbasis di Arkansas.
"Intinya adalah, kecuali putra mahkota mengambil kepemilikan atas masalah ini, lalu menerima kesalahan atas tindakan pembunuhan yang dilakukan atas namanya, hubungannya dengan Amerika Serikat tetap akan terputus," tulis Ignatius, dilansir dari laman Aljazirah, Ahad (31/3).
Pelatihan itu bagian dari kemitraan intelijen dan pertahanan yang lebih luas antara AS dan Arab Saudi. Ini dilakukan di bawah lisensi Departemen Luar Negeri. Pada saat itu Khashoggi menjadi kolumnis.
Sebuah proyek AS untuk membantu melakukan moderniasi dan memberikan pelatihan kepada badan intelijen Saudi juga ditunda. Pelatihan masih menunggu persetujuan Departemen Luar negeri terkait lisensi.
Proyek Intelijen dikembangkan oleh Culpeper National Security Solutions dengan bantuan dari beberapa mantan pejabat penting CIA, melibatkan Wakil kepala intelijen Saudi, Ahmed al-Assiri. Ia juga sedang diselidiki atas keterlibatannya dalam pembunuhan Khashoggi.
Grup Tier 1 dan DynCorp dimiliki oleh afiliasi dari Cerberus Capital Management, grup investasi swasta di New York. Perusahaan tidak mengonfirmasi apakah ada dari 17 warga negara Saudi yang dijatuhi sanksi oleh AS, sehubungan dengan pembunuhan Khashoggi telah dilatih berdasarkan kontrak Tier 1.
Artikel itu menyatakan, dengan beberapa kemitraan ini sekarang tengah ditangguhkan. Masa depan hubungan antara AS dan Arab Saudi berada pada status tertahan, sambil menunggu jawaban dari Riyadh.