Rabu 03 Apr 2019 15:02 WIB

Parlemen Selandia Baru Mulai Proses RUU Pembatasan Senjata

RUU Pembatasan Senjata menyusul tragedi penembakan masjid di Christchurch.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Andri Saubani
Berbagai elemen masyarakat membuat tirai manusia ketika umat muslim melaksanakan sholat jumat pertama pascapenembangan di dua masjid kota Christchurch pada Jumat (15/3) di Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Jumat (22/3/2019).
Foto: Antara/Ramadian Bachtiar
Berbagai elemen masyarakat membuat tirai manusia ketika umat muslim melaksanakan sholat jumat pertama pascapenembangan di dua masjid kota Christchurch pada Jumat (15/3) di Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Jumat (22/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Anggota parlemen Selandia Baru pada Selasa (2/4) mulai memberikan suara sangat mendukung menyoal pembatasan senjata baru selama tahap pertama dari rancangan undang-undang (RUU) yang nantinya akan maju menjadi hukum yang sah pada akhir pekan depan. RUU tersebut akan melarang jenis senjata yang digunakan pria bersenjata yang menewaskan 50 orang di dua masjid di Selandia Baru bulan lalu.

RUU didukung oleh partai liberal dan konservatif, dengan hanya satu anggota parlemen dari 120 yang duduk di Parlemen memilih menentangnya. Pemungutan suara ini merupakan yang pertama dari tiga yang harus disahkan anggota parlemen sebelum RUU menjadi hukum.

Menteri Kepolisian Selandia Baru Stuart Nash mengatakan, sudah terlalu banyak orang memiliki akses ke senjata berbahaya sehingga anggota parlemen didorong oleh kebutuhan untuk memastikan keselamatan publik.

"Kami didorong oleh ingatan akan 50 korban pria, wanita dan anak-anak yang diambil dari orang yang mereka cintai pada tanggal 15 Maret. Ingatan mereka adalah tanggung jawab kami. Kami tidak akan pernah ingin melihat serangan seperti ini di negara kami lagi. Kami terpaksa bertindak cepat," ujar Nash.

Melihat perbedaan dengan AS, di mana kepemilikan senjata dilindungi secara konstitusional, Nash mengatakan, bahwa di Selandia Baru, kepemilikan senjata masih menjadi hak istimewa bukan hak biasa. Anggota parlemen konservatif David Seymour memilih menentang RUU itu. Menurutnya hal itu terlalu terburu-buru.

"Melakukannya dalam sembilan hari sebelum politisi pergi liburan Paskah mereka mulai terlihat lebih seperti teater politik daripada keamanan publik," katanya.

Banyak warga Selandia Baru terkejut dengan daya tembak yang bisa dihasilkan oleh pria bersenjata penembakan masjid yang telah ditahan itu secara hukum, dan mereka pun mendukung perubahan legislatif. Ada pula yang menentang. Sementara lebih dari 14 ribu telah menandatangani petisi yang diajukan di Parlemen yang mengatakan perubahan hukum itu "tidak adil" bagi warga negara yang taat hukum dan didorong oleh emosi.

RUU tersebut akan melarang senjata semi-otomatis gaya militer dan peluru berkapasitas tinggi. RUU juga akan melarang senapan semi-otomatis yang bisa dilengkapi dengan peluru yang bisa dilepas dan senapan pompa yang dapat menampung lebih dari lima putaran tembakan.

RUU tidak akan melarang senjata yang sering digunakan oleh petani dan pemburu. Termasuk, senjata kaliber 22 atau semi-otomatis yang menyimpan hingga 10 putaran, atau senapan yang menyimpan hingga lima putaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement