REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Virgin Australia membatalkan perjanjian dengan maskapai nasional Brunei Darussalam terkait perjalanan para stafnya. Hal ini dilakukan sebagai tanggapan hukum syariah yang diterapkan Brunei.
"Mengingat hukuman keras termasuk hukuman mati untuk kegiatan yang dianggap sah di Australia, perjanjian My ID (perjalanan staf) antara Virgin Australia dan Royal Brunei kini telah diberhentikan," kata perusahaan tersebut melalui email kepada pegawainya, dilansir di Channel News Asia, Kamis (4/4)
Dalam perjanjian tersebut, staf Virgin untuk memesan tiket diskon penerbangan Royal Brunei untuk liburan. Perusahaan maskapai terbesar kedua di Australia ini mengirim email kepada karyawan. Mereka mejelaskan hukum syariah baru yang mulai berlaku pada Rabu. Hukuman diterapkan bagi Muslim, non-Muslim, dan orang asing, bahkan saat transit di pesawat dan kapal yang terdaftar di Brunei.
Di samping itu, perjanjian terpisah yang memungkinkan Royal Brunei menjual kursi pada penerbangan Virgin Australia di Australia akan tetap berlaku. Maskapai Qantas, menolak berkomentar apakah mereka sedang meninjau kesepakatan perjalanan stafnya dengan Royal Brunei. CEO Qantas Alan Joyce merupakan salah satu pemimpin bisnis gay paling terbuka di Australia.
Hukum pidana syariah yang diperintah oleh Sultan Hassanal Bolkiah mulai berlaku pada Rabu setelah bertahun-tahun mengalami penundaan. Dalam Undang-Undang ini perzinahan dan homoseksual akan dihukum rajam. Ini menjadikan Brunei negara pertama di Asia Timur atau Tenggara, yang memiliki hukum pidana syariah di tingkat nasional. Brunei mennyejajarkan diri dengan sebagian besar negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi.
Keputusan hukum syariah tersebut telah memicu kekhawatiran di seluruh dunia. PBB memberi label UU tersebut dengan pelanggaran yang jelas terhadap hak asasi manusia. Sedangkan selebritas yang dipimpin aktor George Clooney dan bintang pop Elton John menyerukan agar hotel-hotel milik Brunei diboikot.