REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Direktur Jenderal Badan Atom Internasional (IAEA) Yukiya Amano mengatakan Iran mematuhi seluruh ketentuan kesepakatan nuklir yang tercapai pada 2015 atau dikenal dengan istilah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). IAEA melakukan pemantauan terkait hal tersebut sejak Januari 2016.
"Sejak Januari 2016, badan (IAEA) telah memverifikasi dan memantau implementasi komitmen Iran terkait nuklirnya di bawah JCPOA," kata Amano dalam sebuah wawancara dengan CBS News pada Rabu (3/4).
Dia secara pribadi tidak melihat adanya kegiatan Iran yang bertentangan atau melanggar JCPOA. "Tapi kita perlu memonitor dengan sangat, sangat hati-hati," ujarnya.
JCPOA disepakati pada Oktober 2015. Kesepakatan tersebut dicapai melalui negosiasi yang panjang dan alot antara Iran dengan Amerika Serikat (AS), Cina, Rusia, Jerman, Prancis, Inggris, dan Uni Eropa. Inti dari JCPOA adalah memastikan penggunaan nuklir Iran terbatas untuk kepentingan sipil, bukan militer. Sebagai imbalannya, sanksi ekonomi Iran akan dicabut.
Pada Mei tahun lalu, Presiden AS Donald Trump memutuskan menarik negaranya dari JCPOA. Dia mengaku tak puas atas poin-poin yang termaktub dalam kesepakatan tersebut.
Trump menyebut JCPOA cacat karena tak mengatur tentang program rudal balistik Iran, kegitannya nuklirnya selepas 2025, dan perannya dalam konflik Yaman serta Suriah. Setelah keluar dari JCPOA, Washington memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sanksi itu membidik sektor energi, otomotif, keuangan, dan perdagangan logam mulia Iran.