Kamis 04 Apr 2019 15:04 WIB

Teroris Christchurch akan Jalani Sidang Lewat Video

Sebagian besar persidangan penembakan Christchurch akan bersifat prosedural.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Teror Masjid Christchurch. Brenton Tarrant (wajahnya disamarkan) tampil di sidang atas pembunuhan massal di dua masjid di Christchurch, Ahad (16/3).
Foto: EPA
Teror Masjid Christchurch. Brenton Tarrant (wajahnya disamarkan) tampil di sidang atas pembunuhan massal di dua masjid di Christchurch, Ahad (16/3).

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Pria Australia tersangka penembakan masjid di Selandia Baru, Brenton Horrison Tarrant (28 tahun) akan menjalani sidang besok Jumat (5/4) waktu setempat. Tarrant tidak akan muncul di Pengadilan Tinggi Christchurch secara langung.

Dia akan menghadiri sidang melalui video pada pukul 10.00 pagi waktu setempat. Hakim Pengadilan Tinggi Selandia Baru Cameron Mander mengatakan, dalam pengadilan pekan ini, mengatakan sebagian besar persidangan akan bersifat prosedural dan administratif.

Baca Juga

Tarrant tidak akan diminta mengajukan pembelaan terhadap tuduhan yang dihadapinya. "Tujuan utama persidangan pada 5 April adalah memastikan posisi terdakwa mengenai perwakilan hukum dan menerima informasi dari Crown (Departemen Hukum) mengenai langkah-langkah prosedural tertentu dan ketika diperkirakan langkah-langkah tersebut akan selesai," kata Hakim Mander.

Masyarakat tidak akan diizinkan masuk ke ruang sidang selama persidangan. Hanya hakim, pengacara, terdakwa, keamanan pengadilan, dan petugas kepolisian yang bertanggung jawab atas kasus ini, dan sejumlah media yang diizinkan berada di ruang sidang.

Dilansir di New Zaeland Herald, di bawah Undang-Undang Prosedur Pidana, hakim Selandia Baru memiliki kekuasaan mengatur jalannya pengadilan dari publik. Langkah ini paling sering terjadi dalam kasus-kasus ketika pengadu memberikan bukti dalam persidangan yang bersifat ke arah kasus dengan isu seksualitas.

Hakim berhak mengecualikan orang untuk menghindari gangguan yang tidak semestinya terjadi pada persidangan. Alasan lain persidangan tertutup juga meliputi: risiko nyata prasangka terhadap persidangan yang adil, membahayakan keselamatan siapa pun, merugikan pemeliharaan hukum termasuk pencegahan, investigasi dan deteksi pelanggaran, dan ketika perintah penindasan tidak cukup untuk menghindari risiko itu.

photo
Masjid Al Noor, tempat 42 orang tewas dalam serangan teroris terburuk di Selandia Baru, telah dibuka kembali, Sabtu (23/3) waktu setempat.

Seorang hakim juga berhak mengatur ruang sidang jika ia percaya itu akan menghindari prasangka keamanan atau pertahanan Selandia Baru. Ini adalah satu-satunya jenis ketertiban yang juga memaksa anggota media untuk pergi. Mereka yang diizinkan untuk tetap berada di pengadilan adalah juri, jaksa, terdakwa, pengacara yang terlibat dalam persidangan, petugas pengadilan, dan petugas polisi yang bertanggung jawab dalam kasus ini.

Tarrant yang ditahan di penjara penjagaan ketat, Paremoremo, Auckland akan dijatuhi 50 tuduhan pembunuhan dan 39 tuduhan percobaan pembunuhan. New Zaeland Herald mengatakan, Tarrant diprediksi akan menghadapi pasal Terrorism Suppression Act yang jarang digunakan. Pasal itu diperkenalkan setelah serangan teroris 11 September di Amerika Aerikat (AS).

Pada bagian 5 pasal itu mendefinisikan tindakan teroris. Teroris adalah seseorang yang menyebabkan kematian dan kehancuran di satu atau lebih negara, dilakukan untuk tujuan memajukan suatu ideologi, politis atau agama, dan juga dimaksudkan mendorong teror dalam populasi sipil atau memaksa untuk bertindak.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menggambarkan pembantaian Tarrant merupakan pembantaian dengan penembakan massal terburuk oleh seorang pria bersenjata di Selandia Baru. Ardern mengutuknya sebagai serangan teroris.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement