Kamis 04 Apr 2019 18:57 WIB

Sekjen PBB Serukan Dialog Atasi Konflik Militer Libya

Libya terancam alami konfrontasi militer.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Warga memilih meninggalkan Derna, Libya, setelah konflik menerpa wilayah tersebut. (ilustrasi)
Foto: EPA/Tarek Faramawy
Warga memilih meninggalkan Derna, Libya, setelah konflik menerpa wilayah tersebut. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres menyatakan keprihatinan atas risiko terjadinya konfrontasi militer terbaru di Libya. Pernyataan itu datang setelah Khalifa Haftar, jenderal pimpinan Tentara Nasional Libya (LNA) mengumumkan pengerahan pasukan di Ibu Kota Tripoli.

Pengumuman tersebut lebih cepat dari apa yang telah direncanakan oleh pasukan Haftar dalam beberapa pekan terakhir. Ia sebelumnya mengatakan serangan itu ditujukan di Tripoli, serta pemerintah negara yang didukung oleh PBB.

Baca Juga

Dalam kunjungannya ke Libya, Guterres mencoba menggalang dukungan agar konferensi rekonsiliasi nasional dapat terlaksana, dalam rangka menuju digelarnya pemilu di negara itu pada akhir tahun ini. Haftar telah menolak untuk menghadiri acara tersebut, memberi kekhawatiran bagi banyak pihak bahwa ia bermaksud memaksakan pemerintahan otoriter, di mana militer tidak berada di bawah pemerintahan sipil.

“Saya sangat prihatin dengan gerakan militer yang terjadi di Libya dan risiko konfrontasi, tak ada solusi militer, tapi dialog internal yang bisa menyelesaikan masalah,” ujar Guterres.

Guterres meminta semua pihak di Libya menahan diri. Ia saat ini tengah mempersiapkan pertemuan dengan para pemimpin di negara itu.

Sebelumnya, sejumlah negara, termasuk Arab Saudi telah mendesak Haftar untuk menahan diri. Namun, ia terus mengerahkan pasukan untuk apa yang disebut sebagai pemberantasan terorisme.

Sejak presiden Muammar Gaddafi digulingkan pada 2011 lalu, Libya dilanda kekacauan dengan faksi-faksi bersenjata yang ingin menguasai pemerintahan secara penuh. Pemerintahan negera itu terbagi atas dua, di mana di Ibu Kota Tripoli, didukung oleh internasional.

LNA terus berupaya  untuk dapat menguasai dan mengendalikan Libya secara keseluruhan. Situasi terus diperburuk dengan kedatangan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan kelompok militan lainnya yang mengambil kesempatan atas kondisi di negara tersebut.

Sejumlah kritikus juga mengatakan bahwa LNA merupakan dari sejumlah kelompok milisi, bahkan termasuk kelompok militan. Para pengamat juga pernah mempertanyakan apakah sebenarnya Haftar memiliki pasukan militer untuk menguasai Tripoli dan nampaknya mencoba membujuk beberapa milisi untuk membelot kepadanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement