REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte memperingatkan Cina untuk segera menyingkir dari pulau yang terletak di Laut Cina Selatan. Perairan yang diperebutkan Cina dan negara-negara Asia Tenggara termasuk Filipina.
Duterte yang ingin menarik investasi dan berdagang dengan Cina kerap menahan diri mengkritik keberadaan pasukan dan nelayan Cina di perairan yang bernilai triliunan dolar AS itu. Tapi kali ini ia tidak menahan diri dan memperingatkan ratusan penjaga pantai dan nelayan Cina yang berada di pulau Pag-asa yang dikenal Thitu.
"Saya tidak meminta atau memohon, saya hanya memberitahu Anda menyingkir dari Pag-asa karena ada pasukan saya di sana," kata Duterte, Kamis (5/4) malam.
Duterte berulang kali mengatakan tidak akan berperang dengan Cina karena ia tahu akan kalah. Tapi kini ia mengancam Cina jika mereka tidak segera menyingkir dari Pag-asa, ia akan melancarkan 'misi bunuh diri'.
"Jika kalian menyentuhnya, itu cerita lain, maka saya akan beritahu pasukan saya 'bersiap untuk misi bunuh diri'," katanya.
Sebelumnya Duterte mengatakan ia tahu jika berperang dengan Cina maka Filipina akan menanggung penderitaan yang sangat berat. Ancaman itu ia ucapkan setelah Departemen Kementerian Luar Negeri Filipina menyebut kapal-kapal ilegal Cina telah melanggar kedaulatan Filipina.
Militer Filipina juga melaporkan ada beberapa kapal 'yang dicurigai sebagai milisi maritim'. "Tindakan semacam itu, ketika pemerintah Cina tidak menyangkalnya, maka dianggap mereka menyetujuinya," kata Kementerian Luar Negeri Filipina dalam sebuah teguran ke Cina.
Filipina telah mengawasi kapal-kapal Cina dari Januari sampai Maret tahun ini. "Kapal-kapal ini dicurigai milisi maritim, ada waktunya ketika mereka hanya berada di sana tanpa memancing, ada kalanya mereka tidak bergerak," kata kapten Josen Ramon, juru bicara militer Filipina di Komando Sebelah Barat pada pekan ini.
"Kami menyerukan semua pihak untuk menghentikan semua aksi dan aktivitas yang bertentangan dengan Deklarasi ASEAN-Cina tentang Perilaku Berbagai Pihak di Laut Cina Selatan karena akan meningkatkan ketegangan, ketidakpercayaan, dan ketidakpastian serta mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan," kata Kementerian Luar Negeri Filipina.
Kementerian Luar Negeri Filipina mengatakan kehadiran kapal pukat di kepulauan Thitu menimbulkan banyak pertanyaan tentang peran dan tujuan kapal-kapal itu. Cina, Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam mengklaim berbagai pulau dan karang di perairan tersebut. Pasalnya, dasar Laut Cina Selatan kaya dengan minyak. Pengadilan Maritim Internasional pada 2016 lalu menyatakan Cina tidak memiliki basis hukum di perairan tersebut. Hal itu menjadi kemenangan besar bagi Duterte yang pada saat itu baru berkuasa.
Namun ia lebih sering mengesampingkan putusan itu dan memilih mundur dalam sengketa atas perairan tersebut. Di negaranya sendiri Duterte sering dikritik terlalu lembek terhadap Cina dan mendapatkan kompensasi atas investasi yang dijanjikan Presiden Cina Xi Jinping.
Menanggapi pernyataan keras Duterte tentang Pag-asa, Beijing sedikit melunak. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang tidak menyinggung protes Manila. Ia hanya mengatakan pembicaraan tentang Laut Cina Selatan di Filipina berjalan dengan baik.
"Kedua belah pihak sudah bertukar pandangan dengan jujur, damai, dan konstruktif dalam isu ini," kata Geng.