Sabtu 06 Apr 2019 12:23 WIB

Pemimpin Dunia Serukan Perdamaian di Libya

Solusi militer tak mungkin bisa mengatasi konflik di Libya.

Rep: Puti Almas/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas keamanan berjaga-jaga di Bengazi, Libya
Foto: reuters
Petugas keamanan berjaga-jaga di Bengazi, Libya

REPUBLIKA.CO.ID,  TRIPOLI -- Sejumlah pemimpin dunia menyerukan agar seluruh pihak di Libya menahan diri. Pernyataan ini muncul setelah pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin oleh Khalifa Haftar bersiap menuju ke Ibu Kota Tripoli untuk melancarkan serangan terhadap pemerintah negara itu yang didukung oleh PBB.

Dewan Keamanan PBB telah meminta pasukan Haftar untuk mengentikan semua aksi militer yang diluncurkan di Libya. LNA diperingatkan agar tak melakukan tindakan apapun supaya solusi perdamaian di negara utara Afrika itu dapat tercapai.

Baca Juga

“Tidak mungkin ada solusi militer untuk mengatasi konflik,” ujar presiden Dewan Keamanan PBB, Christoph Heusgen, dilansir Sky News, Sabtu (6/4).

Dewan Keamanan PBB mendesak semua pihak yang terlibat dalam konflik di Libya untuk menghindari aksi militer dan menghentikannya dengan segera.

Apa yang dilakukan Haftar untuk mengerahkan pasukan ke Tripoli dinilai akan semakin menghambat proses politik yang diperlukan bagi negara itu. Pengerahan pasukan akan membuat warga sipil berada dalam bahaya dan memperpanjang penderitaan mereka.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres sebelumnya juga berkunjung ke Libya dan menemui Haftar. Dalam pertemuan itu, ia mengatakan agar segala bentuk konfrontasi harus dihindarkan, baik di dalam, maupun di sekitar Tripoli.

“Saya meninggalkan Libya dengan sangat prihatin. Saya berharap ada kemungkinan untuk menghindari konfrontasi berdarah di dalam dan sekitar Tripoli,” ujar Guterres.

Sejak presiden Muamar Qadafi digulingkan pada 2011 lalu, Libya dilanda kekacauan dengan faksi-faksi bersenjata yang ingin menguasai pemerintahan secara penuh. Pemerintahan negara itu terbagi atas dua yakni di Ibu Kota Tripoli yang didukung oleh internasional dan LNA menguasai wilayah timur. LNA membentuk pemerintahan bayangan.

LNA terus berupaya untuk dapat menguasai dan mengendalikan Libya secara keseluruhan. Situasi terus diperburuk dengan kedatangan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan kelompok militan lainnya yang mengambil kesempatan atas kondisi di negara tersebut.

Sejumlah kritikus juga mengatakan, LNA merupakan dari sejumlah kelompok milisi, bahkan termasuk kelompok militan. Para pengamat juga pernah mempertanyakan apakah sebenarnya Haftar memiliki pasukan militer untuk menguasai Tripoli.

Bahkan, pria berusia 75 tahun itu dinilai sebagai versi baru dari  Qadafi untuk Libya. Meski LNA telah didukung oleh Mesir dan Uni Emirat Arab (UEA), pasukan Haftar menghadapi perlawanan keras di wilayah barat Libya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement