Senin 08 Apr 2019 10:11 WIB

Israel Memilih: Persaingan Ketat Netanyahu dan Gantz

Sebagian besar kaum muda Israel lebih memilih Netanyahu.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Warga Irael menunggu lampu lalu lintas menyala hijau di depan poster para pemimpin Partai Blue and White, (dari kiri ke kanan) Moshe Yaalon, Benny Gantz, Yair Lapid dan Gabi Ashkenazi, di Ramat Gan, Israel, Ahad (7/4).
Foto: AP Photo/Oded Balilty
Warga Irael menunggu lampu lalu lintas menyala hijau di depan poster para pemimpin Partai Blue and White, (dari kiri ke kanan) Moshe Yaalon, Benny Gantz, Yair Lapid dan Gabi Ashkenazi, di Ramat Gan, Israel, Ahad (7/4).

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Sekitar 5,88 juta pemilih yang memenuhi syarat akan ditetapkan untuk memilih dalam pemilihan umum (pemilu) Israel pada Selasa 9 April 2019. Rakyat Israel akan memilih partai yang akan memimpin pemerintahan Israel pada periode berikutnya.

Sebanyak 14 partai utama akan bersaing untuk menduduki 120 kursi di 21 Knesset (parlemen) Israel. Suatu partai harus memenangkan mayoritas 61 kursi dari 120 kursi untuk membentuk pemerintahan, sehingga memilih seorang pemimpin untuk menjadi perdana menteri.

Baca Juga

Seperti dilansir Aljazirah, tingkat partisipasi pemilih sangat tinggi pada pemilu sebelumnya. Sebanyak 71,8 persen pemilih yang memenuhi syarat, memberikan suara mereka dalam pemilu 2015.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, pemimpin partai sayap kanan Likud, juga ikut bertanding untuk masa jabatan kelima. Menurut jajak pendapat, pemilu kali ini adalah perlombaan ketat Netanyahu melawan saingan utamanya Benny Gantz.

Gantz adalah seorang mantan kepala militer yang memimpin partai sentris Blue and White. Partai ini bergabung dalam aliansi dengan mantan menteri keuangan dan kepribadian TV Yair Lapid.

Jika terpilih kembali pada 9 April, Benjamin "Bibi" Netanyahu (69 tahun) bisa menjadi perdana menteri terlama di Israel dan perdana menteri pertama yang didakwa atas tuduhan korupsi. Investigasi korupsi yang melibatkan satu kasus suap dan dua kasus penipuan serta pelanggaran kepercayaan, memuncak pada Februari 2019 ketika jaksa agung Israel mengumumkan untuk mendakwa Netanyahu.

Namun, Netanyahu menolak tuduhan itu. Ia menyebut tuduhan itu sebagai "perburuan penyihir" yang dibuat oleh lawan-lawannya.

photo
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.

Menurut survei Institut Demokrasi Israel, terlepas dari dakwaan terhadapnya, sebagian besar kaum muda Israel lebih memilih Netanyahu sebagai perdana menteri daripada saingannya Benny Gantz. Netanyahu saat ini memimpin pemerintahan sayap kanan paling lama dalam sejarah Israel dan juga menjabat sebagai menteri pertahanan. Selama dekade terakhir, ia dikenal sebagai Tuan Keamanan, yang menjadikan dirinya sebagai sosok yang bisa menjaga keamanan Israel di lingkungan yang sulit di Timur Tengah.

Selama masa jabatannya pula, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan mengakui klaim Israel atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki. Dataran Tinggi Golan direbut dari Suriah pada 1967. Hal itu pun dapat meningkatkan popularitasnya dalam pemilihan.

Karena keamanan selalu menjadi pusat perhatian dalam politik Israel, Benjamin "Benny" Gantz (59) maju menjadi penantang terbesar Netanyahu. Bersama dengan dua mantan kepala staf militer Israel lainnya, ia dengan cepat membentuk partai Centrist Blue and White pada Februari 2019 (dalam aliansi Lapid) yang berupaya menggeser Netanyahu.

Gantz membanggakan kredensial militer yang menarik bagi sebagian besar masyarakat Israel. Dia menjabat sebagai kepala staf selama dua serangan militer di Jalur Gaza yang dikepung pada 2012 dan 2014.

Gantz juga pernah dipuji oleh Netanyahu sebagai perwira yang sangat baik kepada siapa saja orang Israel berhutang budi. Namun kini, Netanyahu menyebut kompetitornya sebagai sayap kiri lemah.

Dalam upaya untuk memenangkan pemilih sayap kanan, video kampanye Gantz yang kontroversial membanggakan pembunuhan warga Palestina dan mengirim Gaza "kembali ke Zaman Batu" merujuk pada serangan udara yang diluncurkan tentara pada 2014. Banyak yang mengkritiknya sebab tidak memiliki sikap politik yang jelas, termasuk tentang masa depan pemukiman ilegal di Tepi Barat yang diduduki. Namun, sebagai bagian dari pidatonya, ia telah berjanji memperbaiki hukum negara-bangsa Yahudi yang kontroversial, yang mendefinisikan Israel sebagai tanah air eksklusif orang-orang Yahudi.

Bagaimana Pemilu Israel bekerja?

Pemilih akan memberikan suara mereka untuk partai, bukan kandidat. Semakin banyak suara yang didapat suatu partai, semakin banyak kursi yang diperolehnya di Knesset karena pemerintah didasarkan pada sistem perwakilan proporsional nasional.

Satu pihak harus mengamankan setidaknya 61 dari total 120 kursi Knesset untuk membentuk pemerintahan. Selama pemilihan, partai-partai harus melewati ambang pemilihan sebesar 3,25 persen untuk mendapatkan kursi Knesset. Untuk mendapatkan peluang yang lebih baik dalam melewati ambang ini, banyak pihak membentuk koalisi.

Setelah hasilnya masuk, semua pihak yang melewati ambang batas, kemudian menyerahkan pilihan calon perdana menteri kepada Presiden Reuven Rivlin. Rivlin kemudian menugaskan untuk membentuk koalisi kepada pemimpin partai yang menurutnya memiliki peluang terbaik melakukannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement