REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Khalifa Haftar terus bertempur untuk dapat mencapai pusat Tripoli, Libya. Setelah sebelumnya meraih kemenangan mudah di gurun, kini mereka memasuki medan perkotaan yang lebih sulit.
Jumlah kematian dan pengungsian terus bertambah akibat bentrokan kelompok bersenjata terus bertambah. Negara-negara Barat terkejut atas perang saudara yang kembali terjadi sebab mengancam rencana damai yang sudah dirancang PBB.
Perang sipil di Libya dimulai ketika Muammar Gaddafi digulingkan pada 2011 lalu. Hal itu mengganggu pasokan minyak dan gas negara itu, memicu lebih banyak imigran ke Eropa dan membuat kelompok-kelompok bersenjata mengeksploitasi kekacauan tersebut.
Pada Senin (8/4) pasukan Haftar, mantan perwira pasukan Gaddafi mengatakan dalam beberapa hari terakhir ada 19 orang anggota mereka yang tewas. Mereka juga semakin mendekati Tripoli, tempat pemerintah yang diakui PBB berada.
PBB melaporkan bentrokan tersebut membuat lebih dari 2.800 orang mengungsi. Menurut PBB jumlah orang yang akan mengungsi akan terus bertambah. PBB juga memprediksi masih banyak warga yang terjebak di titik-titik bentrokan.
LNA melancarkan serangan udara ke sebelah utara Tripoli untuk bisa masuk ke pusat kota dari bandara yang sudah lagi tidak digunakan. Tapi pemerintahan Perdana Menteri Fayez al-Serraj pun sudah menempatkan pasukan bersenjata di dekat Misrata untuk menghalangi LNA.
Pemerintah di Tripoli juga melaporkan tentang 11 kematian. Tapi mereka tidak menyebutkan korban berasal dari pihak mana. Al-Serraj yang berasal dari keluarga pengusaha kaya sudah memerintah sejak 2016 lalu sebagai bagian dari kesepakatan PBB yang tidak diakui Haftar.
Pada awal tahun ini sekutu LNA mengambil alih wilayah kaya minyak, Benghazi. Secara mengejutkan mereka terus maju ke pinggir pantai Tripoli. Mereka kerap berhasil merebut wilayah yang berpopulasi sedikit tapi mengambilalih Tripoli akan menjadi tantangan yang berbeda.
Perang yang kembali meletus membuat rencana PBB untuk menggelar konferensi pemilu pada 14-16 April mendatang dipertanyakan. Pemilu diharapkan dapat menghentikan anarki yang terjadi sejak Gaddafi digulingkan delapan tahun yang lalu. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengajukan pembicaraan internasional demi mengakhiri peperangan.
"Kami sudah menjelaskan kami menentang serangan militer yang dilakukan pasukan Khalifa Haftar dan mendesak mereka untuk menghentikan operasi militer ke ibu kota Libya," kata Pompeo.
Pada pekan ini, AS sudah merelokasi pasukan mereka dari Libya. Misi PBB untuk Libya meminta gencatan senjata selama dua jam untuk mengevakuasi warga sipil dan pasukan yang terluka tapi permintaan itu diacuhkan.
Haftar menyebut dirinya sebagai musuh para ekstremis. Tapi lawan-lawannya melihat Haftar dapat berpotensi sebagai Gaddafi baru. Pemerintah Tripoli trauma dengan Gaddafi yang berkuasa selama empat dekade dan memerintah dengan penyiksaan, penghilangan paksa, dan pembunuhan.
Dalam laporan mereka, PBB menyebutkan Haftar mendapat dukungan dari Mesir dan Uni Emirat Arab. Pasukan pemerintah Tripoli sudah mengumumkan akan mempertahankan ibu kota dalam operasi yang sebut 'Kemarahan Gunung Berapi'.
Pasukan sekutu Haftar yang berada di Misrata sudah masuk ke pinggir pantai Tripoli. Mereka sudah memindahkan truk-truk yang berisi senjata api ke ibu kota.
LNA mengatakan mereka memiliki 85 ribu orang tapi jumlah itu termasuk pasukan khusus Saiqa, yang dibayar pemerintah pusat. Sumber LNA mengatakan Saiqa memiliki 3.500 pasukan. Sementara anak-anak Haftar juga memiliki pasukan dengan persenjataan lengkap.
Sejak Gaddafi digulingkan dalam pemberontakan yang didukung NATO pada 2011, Libya menjadi tempat transit pengungsi. Para pengungsi berharap dapat menyeberang ke Eropa.
sumber : Reuters
Advertisement