Senin 08 Apr 2019 19:43 WIB

Narendra Modi Ingin Hapus Status Khusus Kashmir

Status khusus Jammu dan Kashmir dinilai PM India menghambat integrasi negara.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Perbatasan Kashmir yang memisahkan India dan Pakistan.
Foto: Zee Media Bureau
Perbatasan Kashmir yang memisahkan India dan Pakistan.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Perdana Menteri India Narendra Modi berjanji akan menghapus status khusus wilayah Jammu dan Kashmir jika memenangkan pemilu India yang dijadwalkan digelar pada Kamis (11/4). Menurutnya, status tersebut menghambat integrasi negara.

"Nasionalisme adalah inspirasi kami," kata Modi dalam manifesto pemilu yang dirilis partainya, Bharatiya Janata Party (BJP), pada Senin (8/4).

Baca Juga

Dia meyakini status khusus Jammu dan Kashmir yang diatur dalam Pasal 35A amandemen konstitusi tahun 1954 sudah tak relevan. "Kami percaya bahwa Pasal 35A merupakan hambatan dalam pengembangan negara," ujar Modi.

Pasal 35A diperkenalkan melalui perintah kepresidenan pada 1954. Pasal tersebut melanjutkan peraturan wilayah yang lama berdasarkan Pasal 370 Konstitusi India.

Pasal 370 menyangkal tentang hak kepemilikan orang luar atau asing, seperti properti, misalnya, di wilayah tersebut. Pasal itu juga memungkinkan Kashmir memiliki konstitusi sendiri. Dalam realisasinya, undang-undang konstitusional seperti Pasal 35A dan Pasal 370 melarang warga India atau warga asing memasuki Kashmir tanpa izin.

BJP secara konsisten mengadvokasi untuk mengakhiri status konstitusional khusus Kashmir. Sebab, hal itu dianggap menghambat integrasi Kashmir dengan negara bagian lain di India.

Para pemimpin politik di Kashmir, yang berpenduduk mayoritas Muslim, telah memperingatkan bahwa mencabut status khusus wilayah tersebut dapat memicu kerusuhan dan aksi huru-hara. Di sisi lain, India memang memerangi kelompok bersenjata yang dianggap sebagai pemberontak di wilayah tersebut selama tiga dekade terakhir.

"Dalam lima tahun terakhir, kami telah melakukan semua upaya yang diperlukan untuk memastikan perdamaian di Jammu dan Kashmir melalui tindakan dan kebijakan yang tegas," kata BJP dalam manifestonya.

"Kami berkomitmen untuk mengatasi semua hambatan dalam cara pembangunan dan menyediakan sumber daya keuangan yang memadai untuk semua wilayah negara bagian," ujar BJP.

Presiden Partai Konferensi Nasional Kashmir Farooq Abdullah mengatakan rencana Modi dan BJP mencabut status khusus Kashmir adalah sebuah kekeliruan. Dia bersumpah tak akan membiarkan hal itu terjadi. "Mereka keliru. Kami akan berjuang melawannya," kata dia.

Pada 14 Februari lalu, insiden bom bunuh diri di Pulwama, Kashmir nyaris menyeret India ke dalam konfrontasi dengan Pakistan. India menuding Islamabad terlibat dalam serangan yang menewaskan 44 personel militernya tersebut.

Tuduhan itu dilayangkan meskipun kelompok Jaish-e-Mohammad telah mengkalim bertanggung jawab dan menjadi dalang di balik insiden bom bunuh diri di sana. Pemerintah Pakistan sendiri membantah tegas tudingan India.

Sebagai iktikad baik Perdana Menteri Pakistan Imran Khan menawarkan bantuan kepada India untuk menyelidiki insiden tersebut. Alih-alih menerima tawaran Khan, India justru melancarkan serangan udara ke Kashmir.

Pakistan menembak jatuh dua tempur India yang melewati Garis Kontrol Kashmir, yakni perbatasan de facto kedua negara. Satu pilot India ditangkap dan ditahan. Belakangan Pakistan memutuskan memulangkan pilot tersebut guna meredakan ketegangan dan mencegah berlanjutnya eskalasi.

Kashmir merupakan sebuah wilayah di Himalaya dengan penduduk mayoritas Muslim yang dipersengketakan India dan Pakistan. Beberapa kelompok di Jammu dan Kashmir telah berperang melawan India guna meraih kemerdekaan. Kalaupun tidak berhasil merdeka, mereka ingin berpisah dari India dan bergabung dengan Pakistan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement