REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Koordinator Kemanusiaan PBB di Libya Maria Ribeiro meminta kelompok yang bertikai di Libya untuk gencatan senjata sejenak. Senin (8/4), gencatan senjata diperlukan agar PBB dapat mengevakuasi warga sipil dan pasukan yang terluka di titik konflik di sekitar Tripoli.
Pada Ahad (7/4) kemarin, PBB juga meminta kelompok yang bertikai untuk melakukan gencatan senjata selama dua jam. Mereka meminta gencatan senjata dilakukan di Wadi Al-Rabeea, Al-Kayikh, Qasr bin Ghashir, dan Al-Aziziyah.
Tapi kelompok bersenjata mengacuhkan permintaan tersebut. PBB melaporkan proses evakuasi pun tidak dapat dilakukan.
Pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Khalifa Haftar melanjutkan pertempuran mereka agar dapat mencapai pusat Tripoli, tempat pemerintah yang diakui masyarakat internasional berada.
LNA melancarkan serangan udara ke sebelah utara Tripoli untuk bisa masuk ke pusat kota dari bandara yang sudah lagi tidak digunakan. Tapi pemerintahan Perdana Menteri Fayez al-Serraj pun sudah menempatkan pasukan bersenjata di dekat Misrata untuk menghalangi LNA.
Pemerintah di Tripoli juga melaporkan 11 kematian. Tapi mereka tidak menyebutkan korban berasal dari pihak mana. Al-Serraj yang berasal dari keluarga pengusaha kaya sudah memerintah sejak 2016 lalu sebagai bagian dari kesepakatan PBB yang tidak diakui Haftar.
Pada awal tahun ini sekutu LNA mengambil alih wilayah kaya minyak, Benghazi. Secara mengejutkan mereka terus maju ke pinggir pantai Tripoli. Mereka kerap berhasil merebut wilayah yang berpopulasi sedikit tapi mengambilalih Tripoli akan menjadi tantangan yang berbeda.