Rabu 10 Apr 2019 00:35 WIB

Israel Gelar Pemilu Parlemen

Lebih dari 40 partai politik berlomba untuk meraih 120 kursi Knesset.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolanda
Pemilu Israel
Foto: AP Photo/Sebastian Scheiner
Pemilu Israel

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Rakyat Israel, pada Selasa (9/4), memberikan suaranya untuk memilih anggota parlemen (Knesset). Hasil pemilu tersebut akan menentukan apakah Tel Aviv akan kembali dipimpin Benjamin Netanyahu atau perdana menteri baru. 

Tempat pemungutan suara (TPS) dibuka pukul 07.00 pagi waktu setempat. Terdapat 10.720 TPS yang disebar untuk menampung 6,3 juta suara rakyat Israel. Sementara 96 TPS dibuka di kedutaan besar Israel dan konsulatnya di luar negeri. 

Lebih dari 40 partai politik berlomba untuk meraih 120 kursi Knesset. Kendati demikian, hanya sekitar 12 partai yang diperkirakan melewati ambang pemilihan. Likud Party pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan aliansi politik Blue and White yang diketuai seorang pensiunan jenderal Benny Gantz adalah dua pesaing utama. 

Menurut jajak pendapat yang dilakukan sebelum pemungutan suara Likud dan Blue and White diperkirakan dapat memperoleh masing-masing 30 kursi di Knesset. Pada Selasa pagi, Neyanyahu, didampingi istrinya memberikan suarany di salah satu TPS di Yerusalem. 

"Ini benar-benar esensi dari demokrasi dan kita seharusnya diberkati dengan itu. Dengan pertolongan Tuhan, Negara Israel akan menang. Terima kasih banyak," ujar Netanyahu.

photo
Perempuan Baduy Israel menggunakan hak suaranya dalam pemilu di Rahat, Israel, Selasa (9/4).

Sedangkan Gantz menyalurkan suaranya di sebuah TPS di Rosh Ha'ayin, dekat Tel Aviv. "Ini adalah hari harapan, hari persatuan. Saya melihat ke mata semua orang dan tahu bahwa kami dapat terhubung," kata Gantz.

Selama masa kampanye, Netanyahu dan Gantz memiliki cara yang saling bertolak belakang untuk memaksimalkan perolehan suara. Hal itu salah satunya terlihat pada cara keduanya akan memperlakukan Tepi Barat. Dunia internasional memandang wilayah tersebut sebagai wilayah Palestina yang diduduki. 

Netanyahu berjanji, jika terpilih kembali sebagai perdana menteri, dia akan menganeksasi dan mengambilalih sepenuhnya kontrol atas Tepi Barat. "Sementara Yerusalem tidak akan dipecah," ucapnya. 

Gantz mengkritik janji Netanyahu. Dia menilai tawaran Netanyahu itu tak bertanggung jawab. Jika memang hendak mencaplok Tepi Barat sepenuhnya, Gantz mempertanykan, mengapa Netanyahu tidak melakukannya selama selagi dia menjabat sebagai perdana menteri. 

Gantz menegaskan dia menentang gerakan sepihak. "Kami mengatakan kami akan mengupayakan perjanjian perdamaian yang didukung secara regional dan global dengan tetap memperatahankan prnsip-prinsip dasar kami," ujarnya. 

Janji Gantz adalah upaya untuk merebut suara dari kalangan minoritas Arab di Israel yang mencapai 21 persen. Pada 2018, mereka geram karena Knesset, yang didominasi Likud, meratifikasi Undang-Undang (UU) Negara Yahudi. 

UU tersebut mendefinisikan Israel sebagai tanah air bangsa Yahudi. Melalui UU itu, Israel turut mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya. Namun minoritas Arab mengkritik UU Negara Bangsa Yahudi karena dinilai memarginalkan hak dan eksistensi mereka. 

Ketua Partai Hadash Ayman Odeh mengatakan, aspek inklusi atau keterlibatan adalah kunci untuk membawa perubahan politik yang menguntungkan komunitas Arab. "Kita harus memilih. Kita harus berbondong-bondong dengan kereta, bus, mobil, dan cata lain untuk memilih serta memberikan kontribusi penting untuk menggulingkan pemerintah sayap kanan, terutama Benjamin Netanyahu," katanya. 

Odeh menilai, sangat penting bagi komunitas Arab di Israel untuk memilih partai yang mewakili nilai-nilai mereka 100 persen. Menurut data yang dirilis Biro Statistik Pusat Israel pada awal 2019, dari 9 juta penduduk Israel, 1,9 juta di antaranya berkebangsaan Arab beragama Muslim, Kristen, aliran kepercayaan Druze. Yahudi merupakan 74,3 persen dari populasi. 

Kendati demikian, tak semua orang Yahudi di sana menjatuhkan pilihannya kepada Likud yang dipimpin Neyanyahu. Yaron Zalel (64 tahun), misalnya, memutuskan tak mencoblos Likud.

Dia mengaku mendukung Gantz. "Netanyahu melakukan banyak hal besar untuk Israel, sungguh, banyak hal besar. Tapi dia 13 tahun berkuasa dan cukup sudah," kata Zalel. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement