REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Venezuela mengeluarkan delapan ton cadangan emas dari brankas mereka di bank sentral pada pekan lalu. Venezuela diperkirakan akan menjual emas batangan tersebut ke luar negeri karena kekurangan pendapatan.
Anggota parlemen dan salah satu sumber pemerintah yang identitasnya dirahasiakan mengatakan, penjualan emas tersebut dilakukan ketika Venezuela berupaya meningkatkan mata uang dalam menghadapi sanksi Amerika Serikat (AS). Sanksi tersebut menghalangi Venezuela mendapatkan pemasukan dari ekspor perusahaan minyak negara, PDVSA. Presiden Nicolas Maduro disebut semakin terisolasi dan telah beralih menjual cadangan emas sebagai satu-satunya sumber pendapatan mata uang asing.
Salah satu sumber di pemerintahan mengatakan, cadangan emas di bank sentral telah turun 30 ton sejak awal tahun sebelum Presiden AS Donald Trump memperketat sanksi. Kini jumlah cadarngan emas di brankas bank sentral Venezuela tersisa 100 ton dengan nilai lebih dari empat miliar dolar AS.
Dengan jumlah tersebut, cadangan emas di bank sentral diperkirakan akan habis pada akhir tahun, terutama untuk membayar impor barang-barang kebutuhan pokok. Hingga berita ini diturunkan, bank sentral Venezuela dan Kementerian Komunikasi belum memberikan tanggapan.
Anggota parlemen oposisi mengecam perusahaan yang membeli emas Venezuela atau memegangnya sebagai jaminan pinjaman. Sebab, mereka akan menyelamatkan Maduro dari krisis ekonomi dan kemanusiaan.
Hal serupa juga dilontarkan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri AS. Dalam pernyataannya, AS mengutuk semua upaya Maduro dan para pendukungnya mencari sumber daya dari rakyat Venezuela.
"Kami mendorong perusahaan, bank, dan entitas lain di AS maupun di negara lain agar tidak berpartisipasi dalam penjualan sumber daya Venezuela oleh rezim Maduro," ujar juru bicara tersebut dalam pernyataannya.
Selain cadangan yang dipegang oleh bank sentral di Caracas, pemimpin oposisi Juan Guaido berupaya membekukan rekening bank dan emas milik Venezuela di luar negeri, termasuk 31 ton emas di Bank of England senilai sekitar 1,3 miliar dolar AS.
Resesi ekonomi Venezuela memasuki tahun keenam. Negara tersebut mengalami hiperinflasi dan kekurangan barang-barang kebutuhan pokok, seperti makanan dan obat-obatan. Maduro telah melonggarkan pembatasan valuta asing, tetapi perekonomian masih belum pulih dan membutuhkan sumber pendapatan untuk membayar impor barang yang dibutuhkan.
Seorang sumber pemerintah mengatakan, emas dikeluarkan dari bank sentral ada pekan lalu. Ketika itu hanya pejabat tinggi yang hadir di kantor bank sentral. Sementara, sebagian besar karyawan diliburkan karena pemadaman listrik dan kekurangan air bersih. Sebelumnya, bank sentral juga telah mengeluarkan cadangan emas dengan jumlah yang sama pada Februari lalu.
"Mereka memindahkan emas keluar saat bank sentral dalam keadaan darurat," ujar anggota parlemen oposisi Angel Alvarado, sambil menambahkan bahwa emas tersebut akan dijual ke luar negeri.
Pada Januari, Washington meminta pembeli emas asing berhenti berbisnis dengan pemerintah Venezuela. Hal ini membuat Venezuela membatalkan rencana penjualan 29 ton emas ke Uni Emirat Arab (UEA). Awal tahun ini, perusahaan investasi Abu Dhabi Noor Capital membeli tiga ton emas dari Venezuela pada 21 Januari 2019. Perusahaan tersebut tidak akan membeli emas dalam jumlah besar hingga Venezuela berada dalam kondisi stabil.
Pada Maret 2018 lalu, pihak berwenang Uganda sedang menyelidiki kilang emas terbesar negara itu atas impor sekitar 7,4 ton emas, yang bernilai sekitar 300 juta dolar AS. Penyelidikan tersebut dilakukan setelah media pemerintah melaporkan impor emas kemungkinan berasal dari Venezuela. Juru bicara Departemen Luar Negeri Uganda menyatakan, negara harus mengambil langkah-langkah hukum yang tepat untuk menghentikan individu korup yang menjual aset Venezuela.