REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Recep Tayyep Erdogan mengatakan hasil pemilihan umum di Istanbul harus dianulir karena penyimpangan yang terjadi. Surat kabar Turki Sabah melaporkan menurut Erdogan, penyimpangan pemilu di Istanbul mulai dari penunjukan petugas kotak suara.
Dalam hasil sementara oposisi utama Republican People Party (CHP) menang tipis di pemilihan umum wali kota Istanbul. Hal itu menunjukkan berakhirnya kekuasaan Partai AK yang dipimpin Erdogan selama 25 tahun.
Di dalam pesawat dalam perjalanan pulang dari Moskow pekan ini, Erdogan mengatakan peraturan yang mengharuskan petugas kotak suara mesti pegawai negeri sipil belum dilaksanakan di mana-mana. Pegawai tetap pemerintah hanya ditempatkan di beberapa tempat.
"Rekan kami yang menetapkan hal ini, sewajarnya semua hasil ini diragukan, jika mereka melihatnya dengan sungguh-sungguh, hal ini akan menyebabkan hasilnya dibatalkan," kata Erdogan, Rabu (10/3).
Keputusan untuk membatalkan hasil pemilihan ada di tangan Dewan Pemilihan Tinggi Turki. Pejabat senior Partai AK mengatakan akan meminta pemungutan suara ulang di Istanbul. Setelah Dewan Pemilihan Tinggi Turki menolak permintaan mereka untuk menghitung ulang semua suara di 31 distrik di Istanbul.
Serangkaian perhitungan suara sudah dilakukan sejak pemungutan suara dilakukan. Pada Senin, Erdogan mengatakan akan mengajukan gugatan ke komisi pemilihan pemilihan daerah Istanbul. Ia sebut gugatan itu melawan 'kejahatan teroganisir'.
Kekalahan di Istanbul akan menjadi pukulan bagi Erdogan yang telah mendominasi perpolitikan Turki selama 16 tahun. "Kami, sebagai partai politik, telah mendeteksi kejahatan dan beberapa aktivitas terorganisir," kata Erdogan di Istabul sebelum melakukan perjalanan ke Moskow, seperti dilansir di Anadolu Agency.
Erdogan mengatakan tidak hanya ada satu pernyimpangan. Tapi ia menemukan banyak penyimpangan dalam hasil pemilihan umum lokal.
"Proses pemilu sudah selesai, proses selanjutnya adalah proses peradilan," kata Erdogan.
Jutaan rakyat Turki memberikan suara mereka dalam pemilihan umum 31 Maret lalu. Mereka memilih wali kota, anggota dewan kota, mukhtars (pejabat lingkungan), dan anggota tetua untuk lima tahun ke depan.
"Kami akan menggunakan alasan banding luar biasa dan mengatakan kami ingin pemilihan ulang di Istanbul, di semua tempat di Istanbul, aksi ini dilakukan secara terorganisir, itulah mengapa kami menyebutnya penyimpangan terorganisir," kata wakil ketua Partai AK Ihsan Yavuz dalam konferensi pers di Ankara yang disiaran di televisi, seperti dikutip the New York Times.
Menurut hasil sementara Ekrem Imamoglu dari CHP memimpin perolehan suara di Istabul dengan 48.79 persen suara. Di mana kandidat Partai AK Binali Yildrim berada di posisi kedua dengan 48,51 persen suara.
Dilansir Channel News Asia setelah bertemu dengan Dewan Pemilihan Tinggi pada hari Selasa (9/4) lalu perwakilan dewan pemilihan AKP Recep Ozel mengatakan Dewan Pemilihan Tinggi hanya menyetujui penghitungan ulang 51 kotak suara, yang tersebar di 21 dari total 39 kabupaten kota. Partai AK juga terancam akan kehilangan kekuasaan di Ankara, kota terbesar kedua di Turki. Sebab kandidat dari CHP juga mengungguli perolehan suara sementara di kota itu.
Kini partai AK sedang terhuyung-huyung karena berpotensi kehilangan kedua kota tersebut. Dua kota yang mereka kuasai selama seperempat abad. Sebelum muncul di pentas nasional Erdogan juga terkenal setelah menjadi wali kota Istanbul pada 1990-an.
Mantan Pemimpin Redaksi Hurriyet Daily News Murat Yetkin menulis di blognya pada pekan ini. The New York Times melaporkan Yetkin menulis lingkar terdekat Erdogan terpecah menjadi dua kubu. Kubu pertama mereka yang ingin terus mendorong pemilihan ulang di Istanbul.
Kubu kedua yang berisi orang-orang yang lebih berpengalaman ingin Erdogan menerima hasilnya, karena gugatan tersebut justru akan meningkatkan status Imamoglu.
Direktur German Marshall Fund di Ankara Ozgur Unluhisarcikli mengatakan melihat pernyataan Erdogan pada pekan ini mungkin menjadi kemenangan kelompok garis keras. Tapi, kata Unluhisarcikli, ada kemungkinan itu cara Erdogan 'untuk mengelola traumanya'.
"Ini sepertinya lebih untuk membuat seakan-akan kekalahan di Istabul sebenarnya hanya kemenangan yang dicuri dari cara yang tidak sah," kata Unluhisarcikli.
Unluhisarcikli juga mencatat pemilihan ulang sebenarnya cukup berisiko bagi Erdogan. Hal itu mengingat krisis ekonomi Turki masih terus berlanjut.
"Saya tidak percaya Erdogan sebenarnya ingin pemungutan suara ulang, realita tidak membiarkan itu terjadi, ini menjadi pertaruhan yang besar," kata Unluhisarcikli.
Hasil di Istanbul jelas akan menjadi beban yang sangat berat bagi Erdogan. Ada dampak yang pasti terhadap presiden dan partainya atas kekalahan tersebut.
Dengan populasi 15 juta orang yang sebagian besar berada di sisi Eropa, Bospprus maka Istanbul menjadi kota berpopulasi paling banyak dan menjadi pusat ekonomi Turki. Istanbul juga kampung halaman Erdogan dan sudah lama menjadi basis massanya.
The New York Times melaporkan para oposisi dan pakar berpendapat kota itu menjadi sumber kekayaan vital dalam jaringan kronisme dan nepotisme Erdogan. Tempat Erdogan membagikan kontrak berbagai proyek dan mendistribusi dana kota ke yayasan amal yang memiliki hubungan dengan keluarganya.